Connect with us

Ekonomi

Masyarakat Ramai Menyuarakan Penolakan Kenaikan Tarif PPN 12 Persen

Avatar

Diterbitkan

pada

Masyarakat Ramai Menyuarakan Penolakan Kenaikan Tarif PPN 12 Persen

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia ( Apindo), Shinta Kamdani menghimbau agar pemerintah mengkaji lagi tentang rencana kenaikan PPN 12 persen. (Foto : istimewa)

FAKTUAL-INDONESIA : Sejumlah pengamat dan tokoh masyarakat di Indonesia menyuarakan penolakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen yang akan berlaku mulai Januari 2025 karena kenaikan dapat membebani masyarakat.

Salah satunya, anggota Komisi VII DPR RI, Hendry Munief meminta pemerintah meninjau ulang rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen karena mendapatkan penolakan lantaran dinilai memberatkan usaha mikro kecil menengah (UMKM).

“Pasca COVID-19 ekonomi kita tidak bertumbuh. Itu dibuktikan dengan pendapatan pajak tahun 2024 yang tidak sesuai target. Jika tahun 2025 PPN dinaikkan, bukan ekonomi saja yang tidak bertumbuh, tapi Indonesia gagal jadi negara maju ke depannya,” kata Hendry Munief dalam keterangan persnya, Minggu (17/11/2024).

Baca Juga : Unjuk Rasa di Kenya Akibat Kenaikan Pajak Tewaskan 13 Orang

Dia menyebut peran UMKM sangat besar untuk pertumbuhan perekonomian Indonesia, dengan jumlahnya mencapai 99 persen dari keseluruhan unit usaha. Pada tahun 2023 pelaku usaha UMKM mencapai sekitar 66 juta dan kontribusinya 61 persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia, setara Rp9.580 triliun.

“Yang pertama merasakan dampak kenaikan pajak ini sektor UMKM. Baik sektor UMKM mandiri atau UMKM sebagai mitra dan instrumen pendukung industri skala besar. Logikanya ini akan mempengaruhi 61 persen pendapatan ekonomi nasional,” kata dia.

Advertisement

Demikian pula Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia ( Apindo), Shinta Kamdani menghimbau agar pemerintah mengkaji lagi tentang rencana kenaikan PPN 12 persen.

Menurut dia, idealnya kenaikan PPN terjadi ketika pertumbuhan ekonomi sedang tinggi sehingga tidak menjadi beban ekonomi dan kesejahteraan pasar atau masyarakat. “Kami himbau agar pemerintah mempertimbangkan waktu yang tepat untuk menaikkan PPN,” kata Shinta Kamdani, pada Minggu (17/11/2024).

Baca Juga : Waduh! Pemerintah Bakal Berlakukan Pajak Minimum 15% di 2025

Dari kajian yang dilakukan, Apindo menemukan empat dari 10 pelaku usaha Indonesia mengalami stagnasi penjualan dengan pertumbuhan penjualan kurang dari 3%. Hal ini kata dia, menunjukkan adanya gejala penurunan daya beli masyarakat saat ini.

“Artinya, kenaikan PPN akan makin menekan kinerja penjualan di sektor riil, khususnya pada para pelaku usaha sektor formal,” jelas dia.

Secara struktural kondisi ini menunjukkan perekonomian sedang tidak baik-baik saja. Kenaikan PPN membuat daya beli masyarakat masih rentan turun lebih dalam dan kebijakan itu tidak mendorong pertumbuhan sektor ekonomi formal.

Advertisement

Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) juga mengungkapkan kenaikan PPN berpotensi menambah beban pengeluaran rumah tangga masyarakat miskin.

Baca Juga : Viral Beli Cokelat Rp 1 Juta Tapi Kena Pajak Bea Cukai Rp 9 Juta, Begini Penjelasannya

“Sebagai pajak yang langsung diterapkan pada barang dan jasa, PPN berisiko memperburuk tekanan inflasi. Taif PPN yang lebih tinggi biasanya mengakibatkan kenaikan harga barang dan jasa secara langsung, sehingga meningkatkan biaya hidup secara keseluruhan,” demikian dikutip dari Laporan Seri Analisis Indonesia Economic Outlook 2025, Minggu (17/11/2024).

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani sudah mengumumkan perihal kenaikan pajak PPN menjadi 12 persen sesuai dengan alasan yang diamanatkan Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-Undang No. 7 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

“Kita perlu siapkan agar itu [kenaikan PPN menjadi 12%] bisa dijalankan, tapi dengan penjelasan yang baik,” ujar Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR, Rabu (13/11/2024).***

Advertisement
Lanjutkan Membaca
Advertisement