Lifestyle
Viral, Satu-satunya Kepala Desa yang Punya Tato Hampir di Seluruh Tubuh

Hoho, Kepala Desa Purwasaba Banjarnegara yang punya tato Geisha. (ist)
FAKTUAL-INDONESIA : Kalau melihat orang bertato, pasti kamu merasa takut dan khawatir. Padahal tidak semua yang bertato itu pasti orang jahat. Hanya saja orang sudah menganggap yang bertato itu menyeramkan atau menakutkan.
Sebetulnya tato itu adalah sebuah seni. Namun orang terlanjur menilai bahwa setiap orang yang bertato itu menakutkan. Terlebih mereka yang mentato hampir seluruh tubuhnya.
Salah satu yang viral adalah, kepala desa di daerah Banjarnegara. Kepala Desa (Kades) Purwasaba, Banjarnegara Welas Yuni Nugroho alias Hoho Alkaf yang memiliki empat tato Geisha.
Kades muda ini memang sejak SMA tergila-gila pada seni rajah atau tato. Kini hampir 90% tubuhnya dilukis tato. Dia membuat tato Geisha karena alasan menyukai tampilan montok Geisha.
Ada lagi di punggung, Geisha yang sedang mengayunkan pedang. Teknik tato mirip ala Jepang itu memang dia sukai. Jika dihitung ada 31 potongan tatto di tubuhnya.
Meski tubuhnya banyak tato, namun ternyata dia dikenal sangat dermawan. Lulusan Universitas Sultan Agung (Unisula) Semarang itu saat awal menjadi Kades langsung menghibahkan mobil pribadinya untuk kepentingan desa.
Hal ini tentu disambut gembira oleh warga desa. Sebab, untuk akses ke rumah sakit tentu sulit. Jika menyewa mobil, maka biaya yang dikeluarkan tak sedikit. Dengan adanya mobil operasional itu bisa memudahkan dan meringankan beban warga.
Mobil itu digunakan untuk mengantar warga ke rumah sakit maupun aktivitas sosial lainnya. Juga, saat memimpin dan menjabat kepala desa. Dia membangun beberapa jalan guna mempermudah akses warga desa ke tempat lain.
Tergila-gila pada tato
Keputusan mentato tubuh bukan hal mudah bagi Hoho, panggilan akrab Welas Yuni Nugroho, Kepala Desa Purwasaba Kecamatan Mandiraja, Kabupaten Banjarnegara. Maklum, latar belakang keluarganya terbilang religius dan terpandang.
Hoho pertama kali tato tubuh saat duduk di bangku SMA. Dia terinspirasi dari film-film laga yang ia tonton.
Ia melihat bagaimana heroiknya gangster-gangster bertato berkelahi membela kawanya yang dianiaya. Di sisi lain, ia tinggal di lingkungan yang kental nuansa premanismenya.
Setelah mentato gambar kecil di dadanya, ia habis-habisan menyembunyikan dari orangtuanya. Namun orangtuanya akhirnya tahu setahun kemudian.
Hoho bersikeras mengelak. Ia mengatakan tato itu terbuat dari spidol. Namun setelah digosok dengan bensin tato itu tidak hilang.
Ibu dan ayahnya marah besar. Mereka meminta agar tato itu dihapus, bagaimanapun caranya.
“Namanya anak-anak ya waktu itu saya takut banget,” ujar dia.
Orangtuanya sempat berencana membawa Hoho ke rumah sakit untuk menghapus tato dengan laser. Namun mereka mengurungkan rencana itu.
Hoho berhasil meyakinkan orangtuanya bahwa penggunaan laser bisa berakibat fatal. Ia menunjukkan contoh kegagalan metode laser menyebabkan luka bakar yang bisa membuat cacat.
Meskipun ditentang keras kedua orangtuanya, Hoho tak jera. Semakin besar Hoho semakin tertarik mentato tubuhnya.
Keinginan mentato tak pernah surut. Ia mengaku keinginan tato tubuh seperti candu yang tak mengenal kata puas. Meskipun tato sudah memenuhi tubuhnya, keinginan mentato tetap ada.***