Connect with us

Hukum

Pemerintah Gertak Debitur/Obligor BLBI, Dari Blokir Hingga Pidana Korupsi

Gungdewan

Diterbitkan

pada

Pelantikan Pokja dan Sekretariat Satgas BLBI, Jumat (4/6/2021).

Pelantikan Pokja dan Sekretariat Satgas BLBI, Jumat (4/6/2021).

FAKTUALid –  Dua dasa warsa lebih penyelesaian hak hak tagih negara dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) belum juga mampu diselesaikan oleh pemerintah. Kini pemerintah menggertak para debitur/obligor dengan membentuk Satuan Tugas (Satgas) BLBI.

Pembentukan Satgas berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 6 tahun 2021 tentang Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI yang telah ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 6 April lalu. Langkah ini untuk menunjukkan keseriusan pemerintah menyelesaikan kasus yang berasal dari krisis perbankan tahun 1997/1998 itu.

Satgas tersebut dibentuk dalam rangka penanganan dan pemulihan hak negara, berupa hak tagih negara atas sisa piutang negara dari dana BLBI maupun aset properti yang mengakibatkan kerugian negara mencapai sekitar Rp 110,4 triliun.

“Jadi ini adalah hak tagih negara yang berasal dari krisis perbankan tahun 97/98. Jadi memang pada saat itu negara melakukan bail out melalui Bank Indonesia yang sampai hari ini pemerintah masih harus membayar biaya tersebut,” ungkap Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati pada Konferensi Pers Pelantikan Pokja dan Sekretariat Satgas BLBI, Jumat (4/6/2021).

Dalam melakukan upaya penanganan, penyelesaian, dan pemulihan hak negara, Kelompok Kerja (Pokja) Satgas BLBI dibagi menjadi tiga. Nantinya, masing-masing pokja merupakan perwakilan dari Kementerian/Lembaga.

Advertisement

Dalam Pokja itu perwakilan Kementrian/lembaga yang terlibat terdiri dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, Keamanan (Kemenkopolhukam), Badan Intelijen Negara (BIN), Kemenkeu, Kementerian Agraria dan Tata Ruang (Kemen ATR), Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dan Kejaksaan.

Sesuai dengan Keppres tersebut, Satgas diberikan jangka waktu sampai dengan 31 Desember 2023. “Tim satgas kita harap akan menggunakan seluruh instrumen yang ada di negara ini. Kita berharap tentu masa tugas tiga tahun bisa dilaksanakan dengan kerja sama yang erat,” katanya.

Selain pembentukan Satgas itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani memastikan akan memblokir debitur ataupun obligor BLBI dari lembaga keuangan. Pemblokiran ini akan dilakukan jika debitur dan obligor BLBI tersebut tidak menghubungi pemerintah dan membayarkan utangnya kepada negara.

Dia mengaku akan bekerja sama dengan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

“Ini bisa kita lakukan, karena nama-nama mereka [debitur dan obligor] jelas, perusahaan itu ada,” jelas Sri Mulyani dalam keterangan pers virtual di kantornya pada Jumat.

Advertisement

Dia menegaskan pemerintah akan menghargai debitur dan obligor yang berupaya menghubungi pemerintah untuk menyelesaikan piutang tersebut.

Sri Mulyani menargetkan dalam waktu tiga tahun sebagian besar aset BLBI bisa dikembalikan kepada negara.

Korupsi

Sementara itu, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md meminta para obligor dan debitur dalam kasus BLBI untuk kooperatif ketika pemerintah hendak melakukan penagihan. Apabila tidak maka  kasusnya bisa berbelok ke pidana korupsi.

Mahfud menyebut sudah ada beberapa yang melunasi dan memegang surat keterangan lunas. Tapi di samping itu masih ada pula yang belum melunasi. Saat ini, pemerintah hendak melakukan penagihan seluruhnya dengan total Rp 110 triliun lebih.

Advertisement

“Kami harap agar semua obligor dan debitur yang akan ditagih lebih kerja sama kooperatif karena itu uang negara,” kata Mahfud dalam konferensi pers yang ditayangkan melalui YouTube Kemenko Polhukam, Jumat.  

Mahfud bahkan menuturkan alangkah baiknya apabila obligor dan debitur bisa proaktif mengembalikan uangnya sendiri. Ia menyebut tidak ada satupun yang bisa bersembunyi karena negara sudah memiliki daftar namanya.

“Jadi kami tahu anda pun tahu. Mari kooperatif saja, ini untuk negara dan anda harus bekerja untuk negara,” ujarnya.

Apabila terjadi pembangkangan, Mahfud mengatakan bisa saja kasus perdata tersebut berubah menjadi pidana. Itu bisa terjadi apabila obligor dan debitur tidak mau membayar utangnya.

Adapun dasar kasus perdata berubah menjadi pidana yakni yang bersangkutan tidak membayar utang dan selalu ingkar sehingga dikatakan merugikan keuangan negara. Lalu, memperkaya diri sendiri atau orang lain dan dianggap melanggar hukum karena tidak mengakui soal utangnya tersebut.

Advertisement

“Sehingga bisa berbelok lagi ke korupsi,” ucapnya.

Karena kalau dia sudah tak bayar utang atau memberi bukti palsu, atau selalu ingkar bisa saja dikatakan merugikan keuangan negara. Dua memperkaya diri sendiri atau orang lain. ketiga, melanggar hukum karena tidak mengakui apa yg sudah dikatakan utang. Sehingga bisa berbelok lagi ke korupsi.

Pengubahan kasus perdata menjadi pidana itu didukung oleh penegak hukum yang ada seperti KPK, Kejaksaan Agung dan Bareskrim Polri. Kemudian, negara juga bisa bekerjasama dengan instrumen hukum internasional.

“Itu juga bisa dipakai karena kerjasama lintas negara untuk berantas korupsi dan kembalikan aset negara.” ***

Advertisement
Lanjutkan Membaca
Klik Untuk Komentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *