Connect with us

Nasional

UKT jadi Sorotan Tajam Raker Komisi X dengan Mendikbudristek, Kemana Anggaran Pendidikan 20 Persen dari APBN, Awasi PTN

Gungdewan

Diterbitkan

pada

Anggota Komisi X Putra Nababan (kiri) dan Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dede Yusuf Macan Effendidalam Rapat Kerja Komisi X DPR RI dengan Mendikbudristek, Nadiem Makarim di ruang rapat Komisi X, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (21/5/2024).

Anggota Komisi X Putra Nababan (kiri) dan Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dede Yusuf Macan Effendidalam Rapat Kerja Komisi X DPR RI dengan Mendikbudristek, Nadiem Makarim di ruang rapat Komisi X, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (21/5/2024).

FAKTUAL INDONESIA: Kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) di berbagai perguruan tinggi negeri di Indonesia yang menimbulkan gelombang protes dari mahasiswa dan masyarakat menjadi sorotan tajam dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi X DPR RI dengan Mendikbudristek, Nadiem Makarim.

Bahkan Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dede Yusuf Macan Effendi mempertanyakan kemana saja penggunaan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN (anggaran pendapatan belanja Negara).

Anggota Komisi X DPR RI Putra Nababan menyampaikan Iuran Pengembangan Institusi (IPI) dan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang semakin mahal, besarannya harus dilakukan dengan memperhitungkan kemampuan orang tua dan diberikan ruang banding bagi calon mahasiswa baru (Maba) yang tidak sanggup.

“Ada asumsi di luar (masyarakat-red) bahwa anggaran Pendidikan itu 20 persen dari APBN. Seandainya APBN kita di angka mungkin Rp3300 Triliun, artinya kalau 20 persennya itu mustinya (anggaran pendidikan) di angka Rp665 Triliun. Itulah yang selalu ditanya, kemana saja anggaran Pendidikan ini,” ujar Dede saat membuka Rapat Kerja Komisi X DPR RI dengan Mendikbudristek, Nadiem Makarim di ruang rapat Komisi X, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (21/5/2024).

Seperti dilansir dari laman dpr.do.id, dijelaskan Politisi dari Fraksi Partai Demokrat ini, bahwa rapat kerja kali ini merupakan bagian dari Panja PembiayaN Pendidikan yang dibentuk oleh DPR RI. Hal itu sebagai respon atas ramainya permasalahan biaya UKT, termasuk di dalamnya pengelolaan anggaran Pendidikan bagi Perguruan Tinggi Negeri.

Advertisement

“Jadi dalam kurun waktu dua minggu terakhir sangat ramai protes terhadap kenaikan UKT, BKT (biaya kuliah tunggal), maupun IPI (iuran pembangunan institusi). Bahkan kami di DPR telah menerima beberapa audiensi dari beberapa BEM (badan eksekutif mahasiswa), mahasiswa, perguruan tinggi, sehingga kami menilai isu ini tidak boleh dibiarkan begitu saja tanpa adanya solusi yang konkret,” tegasnya.

Oleh karena itu, pihaknya mengundang Mendibudristek untuk memberikan penjelasan kepada Komisi X mengenai ramainya isu-isu tersebut. Bahkan tidak tertutup kemungkinan juga bicara biaya Pendidikan secara menyeluruh. Selain tentunya untuk mengetahui secara langsung langkah yang dilakukan Menteri Pendidikan untuk meredam atau merespon isu mahalnya biaya pendidikan tinggi.

Dalam bagian lain Dede menyampaikan, Komisi X DPR RI mendesak Kemendikbudristek memastikan perguruan tinggi negeri menetapkan besaran uang kuliah tunggal (UKT) yang sesuai dengan kondisi ekonomi mahasiswa.

“Komisi X mendesak Kemendikbudristek untuk memastikan perguruan tinggi negeri menetapkan satuan biaya operasional pendidikan tinggi yang sesuai dengan kondisi ekonomi mahasiswa,” kata Dede Yusuf menyampaikan salah satu poin kesimpulan dalam rapat kerja dengan agenda pembahasan mengenai kebijakan pengelolaan anggaran pendidikan bagi perguruan tinggi negeri serta pembahasan mengenai Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah dan UKT.

Dia menambahkan desakan dari pihaknya itu sejalan dengan amanat Pasal 88 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Pasal itu mengatur bahwa biaya yang ditanggung oleh mahasiswa harus disesuaikan dengan kemampuan ekonomi mahasiswa, orang tua mahasiswa, atau pihak lain yang membiayainya.

Advertisement

PTN Perlu Diawasi

Anggota Komisi X DPR RI Putra Nababan menyampaikan beberapa aspirasi mengenai kisruh masalah dana biaya pendidikan perguruan tinggi yang belakangan ini terjadi terutama terkait dengan Iuran Pengembangan Institusi (IPI) dan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang semakin mahal di beberapa perguruan tinggi. Ia menyampaikan agar besaran IPI harus dilakukan dengan memperhitungkan kemampuan orang tua dan UKT untuk bisa diberikan ruang banding bagi calon mahasiswa baru (Maba) yang tidak sanggup.

“Saya minta agar iuran pengembangan institusi harus dilakukan dengan memperhitungkan kemampuan orang tua dari mahasiswa baru dalam membayar IPI mulai dari golongan 3 sampai golongan 8. PTN menurut saya perlu diawasi, serta harus bisa menyediakan ruang (untuk mengajukan) banding UKT bagi calon mahasiswa baru yang tidak sanggup untuk bayar UKT di perguruan tinggi tersebut,” ujarnya.

“PTN menurut saya perlu diawasi, serta harus bisa menyediakan ruang (untuk mengajukan) banding UKT bagi calon mahasiswa baru yang tidak sanggup untuk bayar UKT di perguruan tinggi tersebut”

Tambahnya, setiap pengajuan banding maupun sanggahan yang dilakukan oleh calon mahasiswa baru ini terhadap UKT harus ditindaklanjuti secara transparan oleh pihak perguruan tinggi dalam waktu satu minggu. Hal ini agar hasil dari banding yang dilakukan dapat segera diketahui. Selain itu juga, perguruan tinggi diharapkan dapat memberikan keringanan cicilan pembayaran terhadap hasil banding UKT.

Advertisement

“Terhadap hasil banding UKT ini PTN harus memberikan keringanan cicilan pembayaran terhadap UKT dan potongan UKT dengan persentase tertentu agar orang tua mahasiswa baru bisa tetap melakukan pembayaran dengan lancar ini aspirasi dari bawah terkait dengan UKT dan IPI,” pungkas Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu.

Tinjau Ulang Permendikbud

Anggota Komisi X DPR RI Andreas Hugo Pareira meminta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk meninjau ulang Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Biaya Operasional Pendidikan Tinggi. Hal ini karena, menurutnya, peraturan tersebut rentan untuk diinterpretasikan oleh sejumlah perguruan tinggi negeri terutama mengenai biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT).

“Saya kira perlu ditelusuri (ditinjau ulang) lagi (Permendikbudristek). Sehingga jangan menimbulkan misinterpretasi atau multi-interpretasi yang kemudian menyebabkan PTN mengatakan tidak salah (menaikkan UKT) karena Permendikbudnya memberikan ruang,” tuturnya.

Menurutnya, terdapat sejumlah pasal pada Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 yang berpolemik dan rentan untuk diinterpretasikan secara semena-mena. Salah satunya, yakni pasal 11 mengenai UKT yang ditetapkan setelah calon mahasiswa baru diterima di perguruan tinggi.

Advertisement

“Nah saya kira ini ini penting, sehingga tidak terjadi interpretasi yang menyebabkan seperti apa yang terjadi sekarang ini. Saya kira tadi yang disampaikan Pak Dirjen bagus, ya apabila dilaksanakan dengan sesuai apa yang dimaksudkan gitu. tetapi munculnya masalah ini itu tadi ada beberapa poin yang menimbulkan polemik,” ujar Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu

Sedangkan Anggota Komisi X DPR RI Nuroji menyampaikan kekecewaannya terhadap salah satu pejabat pada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) yang menyebutkan bahwa pendidikan tinggi bersifat tersier. Ia menegaskan bahwa pendidikan, termasuk di perguruan tinggi, merupakan amanat Undang-Undang Dasar yang perlu diperjuangkan untuk sumber daya manusia masyarakat Indonesia yang lebih baik.

“Saya sangat tidak setuju bahwa pendidikan tinggi itu dianggap urusan tersier ya apalagi yang menyampaikan adalah pejabat dari Kemendikbudristek. Saya rasa (pernyataan tersebut) sangat kurang mendidik bagi masyarakat, seolah-olah kuliah itu tidak penting. Bagaimana bisa ini disampaikan kepada masyarakat sampai dipublikasikan? nah ini saya rasa perlu dikoreksi,” tuturnya.

Ia menegaskan, negara wajib untuk memberikan akses pada masyarakat untuk dapat memperoleh pendidikan tinggi. Bahkan bidang pendidikan ini juga telah diberikan mandatory spending sebesar 20 persen dari APBN.

“Nah sebetulnya ini yang harus kita perjuangkan supaya SDM kita, masyarakat kita, itu lebih lebih banyak lagi yang bisa dibiayai oleh negara untuk perguruan tingginya,” tegas Politisi Fraksi Partai Gerindra itu.

Advertisement

Diketahui, Angka Partisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi Indonesia saat ini masih terus berkisar di angka 30-35 persen. Bahkan kenaikan signifikannya ini masih ditopang oleh peran perguruan tinggi swasta yakni sebesar 70 persen.

“Artinya kalau ada pemikiran bahwa (pendidikan di perguruan tinggi) ini tidak penting, ini saya rasa sangat tidak mendorong untuk bisa menambah lagi alokasi anggaran pendidikan kita dalam postur anggaran fungsi pendidikan,” pungkas legislator dapil Jawa Barat VI itu. ***

Lanjutkan Membaca
Advertisement