Connect with us

Politik

Ketua KPU Divonis Langgar Kode Etik, Gibran Tetap Melenggang, Pertegas Etika Diobrak-abrik dalam Tatanan Bernegara

Gungdewan

Diterbitkan

pada

Ketua DKPP Heddy Lugito (kanan) memegang palu saat sidang vonis terhadap Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari dan enam anggota lainnya

Ketua DKPP Heddy Lugito (kanan) memegang palu saat sidang vonis terhadap Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy’ari dan enam anggota lainnya

FAKTUAL INDONESIA: Keputusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memvonis Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy’ari dan enam anggota lainnya melanggar kode etik dalam menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (Cawapres) pemilihan umum presiden (Pilpres) tahun 2024 mempertegas etika telah diobrak abrik dalam tatanan bernegara di negeri ini.

Apalagi vonis DKPP ini tidak mempunyai efek apa pun kepada Gibran untuk terus melenggang sebagai calon wakil presiden (Cawapres) nomor 3 mendamping calon presiden (Capres) Prabowo Subianto.

Nasib keputusan DKPP ini hampir sama dengan vonis Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang menghukum Ketua Umum MK saat itu Anwar Usman telah melakukan pelanggaran etik berat dalam memutuskan persyaratan usia menjadi Capres dan Cawapres yang meloloskan Gibran menjadi Cawapres. Anwar Usman yang ipar dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan paman dari Gibran divonis dipecat sebagai Ketua MK karena pelanggaran etika berat itu.

Namun keputusan MKMK itu juga tidak memberi efek apa pun kepada Gibran yang tetap laju sebagai Cawapres. Hanya sanksi moral saja kepada Gibran sehingga dia dijuluki sebagai Anak Haram Konstitusi, Cawapres Cacad Konstitusi dan Produk Nepotisme serta lainnya.

Vonis DKPP ini meletupkan lagi  dan memperkuat pelanggaran etika MK yang merusak  tatanan bernegara. Terutama dalam pelaksanakan demokrasi Pilpres 2024 yang mempunyai arti penting untuk menentukan pemimpin Indonesia di masa mendatang.

Advertisement

Dalam pantauan media online, antaranews.com melaporkan, Ketua DKPP Heddy Lugito mengatakan pelanggaran kode etik Ketua KPU beserta komisioner lainnya tidak memengaruhi pada pencalonan Gibran sebagai Cawapres Pilpres 2024.

Menurutnya vonis yang telah diputuskannya tersebut terhadap Hasyim Asy’ari dkk, itu murni soal kode etik. Sehingga menurutnya hal tersebut tidak ada kaitannya dengan status Gibran yang kini menjadi peserta pemilu.

“Nggak ada kaitannya dengan pencalonan juga, ini murni soal etik, murni soal etik penyelenggara pemilu,” kata Heddy saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin.

Dia mengatakan keputusan atau vonis dari DKPP itu tidak bersifat akumulatif, sehingga perkara pengaduan Ketua KPU itu berbeda dengan perkara pengaduan yang lainnya. Menurutnya putusan itu pun tidak membatalkan pencalonan Gibran sebagai calon wakil presiden.

“Tidak ada putusan akumulatif di DKPP, perkaranya beda. Yang dulu yang soal pengaduan lain ya berbeda, itu aja,” tuturnya.

Advertisement

Sebelumnya, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memvonis Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy’ari dan enam anggota lainnya melanggar kode etik dalam menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden Pemilu 2024.

Hasyim Asy’ari dijatuhi sanksi berupa peringatan keras terakhir. Selain Hasyim, anggota KPU RI lainnya, yakni Yulianto Sudrajat, August Mellaz, Betty Epsilon Idroos, Parsadaan Harahap, Idham Holik, dan M Afifuddin, juga dijatuhi sanksi peringatan.

Hasyim bersama enam anggota lain KPU RI diadukan oleh Demas Brian Wicaksono dengan perkara Nomor 135-PKE-DKPP/XII/2023, Iman Munandar B. (Nomor 136-PKE-DKPP/XII/2023), P.H. Hariyanto (Nomor 137-PKE-DKPP/XII/2023), dan Rumondang Damanik (Nomor 141-PKE-DKPP/XII/2023).

Tak Berkomentar

Sementara itu Ketua KPU Hasyim Asy’ari mengatakan tidak ingin mengomentari putusan DKPP yang memvonis dirinya dan dan enam anggota lainnya melanggar kode etik  itu.

Advertisement

Dia mengatakan selama persidangan pihaknya telah diberikan kesempatan untuk memberikan jawaban, keterangan, alat bukti, hingga argumentasi, terkait pengaduan tersebut.

“Saya tidak akan mengomentari putusan DKPP, ketika dipanggil sidang kita sudah hadir memberikan jawaban, memberikan keterangan,” kata Hasyim kepada wartawan usai menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin.

Dia menjelaskan, konstruksi Undang-undang Pemilu itu selalu menempatkan KPU dengan posisi “ter”, yakni terlapor, termohon, tergugat, dan teradu. Dengan ada pengaduan soal pendaftaran Gibran ke DKPP, menurutnya pihaknya selalu mengikuti proses persidangan di DKPP.

Sehingga apa pun putusan-nya dari DKPP, dia menegaskan tidak akan mengomentari putusan tersebut karena seluruh keterangan dan catatan dari pihaknya sudah disampaikan saat persidangan.

“Setelah itu kewenangan penuh dari majelis DKPP untuk memutuskan,” ujarnya. ***

Advertisement

Lanjutkan Membaca
Advertisement