Nasional
Menag Nasaruddin Tegaskan MQK bukan Sekadar Mengadu Otak dan Sampaikan Pentingnya Religious Diplomacy

Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar berpoto bersama peserta acara Gala Dinner dan Pelantikan Dewan Hakim MQKI 2025 di Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan, Rabu (1/10/2025). (Kemenag)
FAKTUAL INDONESIA: Musabaqah Qiraatil Kutub (MQK) tidak hanya menjadi ajang adu kecerdasan santri, tetapi juga wadah penting untuk melestarikan nilai-nilai yang terkandung dalam kitab kuning.
“MQK ini bukan sekadar mengadu otak, tetapi melestarikan nilai-nilai yang terkandung dalam kitab yang dilombakan jauh lebih penting,” kata Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar dalam sambutannya ketika melantik 89 dewan hakim Musabaqah Qiraatil Kutub Internasional (MQKI) 2025 dalam acara Gala Dinner di Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan, Rabu (1/10/2025).
Dari jumlah tersebut, beberapa di antaranya merupakan hakim internasional, termasuk dari Brunei Darussalam. Said Agil Husin Al Munawar, Menteri Agama RI periode 2001–2004, dipercaya sebagai Ketua Dewan Hakim MQKI. Kehadiran para hakim internasional disebut sebagai salah satu penanda meningkatnya gaung MQK di kancah dunia.
Baca Juga : Ambruknya Bangunan di Ponpes Sidoarjo Jadi Pelajaran, Kata Menag Nasaruddin Umar
Menag Nasaruddin, seperti dilansir laman Kemenag, mengingatkan, menurut ahli linguistik, makna kosakata selalu berubah setiap seratus tahun. Karena itu, menjaga keaslian nilai-nilai kitab kuning merupakan langkah strategis untuk memastikan ilmu di dalamnya tetap terwariskan lintas generasi.
Nasaruddin juga mengapresiasi Kabupaten Wajo, khususnya Sengkang, yang telah mencatat sejarah dengan menjadi tuan rumah MQK pertama di level internasional. “Sengkang sudah mencatat sejarah penting, di mana MQK ini dibawa dengan wajah baru, dengan lingkup internasional,” sebutnya.
Selain melantik dewan hakim, Menag turut menunjuk Dewan Pengawas untuk memastikan seluruh rangkaian MQKI berjalan tertib dan menjadi bahan evaluasi bagi perbaikan di masa mendatang.
Turut hadir dalam acara ini, Direktur Jenderal Pendidikan Islam Amien Suyitno, Direktur Pesantren Basnang Said, Kepala Kanwil Kemenag se-Indonesia, serta jajaran pejabat Kemenag di Sulawesi Selatan.

Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar saat menjadi keynote speech speaker secara daring pada Konferensi Internasional Biennial ke-4 PCINU (Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama) Belanda. (Kemenag)
Baca Juga : Nasaruddin, Menag Pertama Hadiri Tahbisan Imam, Serukan Rumah Ibadah Jadi Rumah Persaudaraan
Konferensi PCINU Belanda
Pada hari yang sama Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar menyampaikan keynote speech secara daring pada Konferensi Internasional Biennial ke-4 PCINU (Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama) Belanda. Menag membahas tentang peran masjid dalam pemberdayaan ekonomi umat.
Konferensi PCINU Belanda ini berlangsung di Universitas Groningen. Menag menyampaikan sambutannya dari Wajo-Sulawesi Selatan karena akan membuka Musabaqah Qiraatil Kutub (MQK) Internasional 2025.
Nasaruddin dalam kesempatan ini memaparkan mengenai potensi Masjid sebagai dukungan ekonomi umat. Dikatakannya, dengan jumlah masjid yang mencapai 800 ribu di Indonesia, mampu berperan lebih luas dari sekadar tempat ibadah.
“Kalau seandainya 800 ribu masjid dijadikan model pembangkitan ekonomi umumnya, maka kita bisa mengambil 50% pasar minimarket. Itu berarti 20 triliun bisa berputar di lingkungan masjid,” jelasnya, Rabu (1/10/2025).
Nasaruddin menyebut pemanfaatan teknologi digital dapat memperkuat fungsi ekonomi masjid. “Semua orang punya handphone, jadi kita bisa membeli apapun melalui masjid. Kita bekerjasama dengan betepos, bekerjasama dengan gojek. Dalam tempo 15 menit barangnya diantarkan ke rumah. Dan pasti halal, keuntungannya untuk umat,” ungkapnya.
Baca Juga : Waspada Konflik Berdimensi Keagamaan, Menag Nasaruddin: Urgensi Si-Rukun Sama dengan Alat Deteksi Dini Tsunami
Religious diplomacy
Selain itu, Menag juga menyampaikan pada para diaspora, pentingnya diplomasi berbasis agama. Religious diplomacy, menurutnya, dapat menjadi jembatan untuk membangun perdamaian lintas agama dan negara.
“Religious diplomacy ini ya, kita menggunakan bahasa agama untuk mencakap persoalan-persoalan regional kita. Bahasa agama itu kan bahasa batin. Bahasa batin itu sebetulnya adalah bahasa yang sangat spiritual. Bahasa spiritual itu bahasa Tuhan,” jelasnya.
Nasaruddin juga mengungkapkan bahwa Indonesia kini sangat berpotensi menjadi kiblat peradaban Islam dunia, dengan stabilitas politik, peran strategis di dunia internasional, dan posisi perempuan yang lebih baik dibanding negara muslim lain.
“Indonesia sudah saat ini sekarang jadi kiblat peradaban dunia Islam. Kita jauh dari Israel, situasi perempuan-perempuan kita jauh lebih baik daripada negara-negara muslim. Kemudian juga stabilitas politik kita juga sangat mendukung,” katanya.
“Semoga akan datang, insya Allah kita bisa melakukan perubahan besar bagi bangsa besar dari para generasi adinda semuanya sedang belajar di Eropa ini,” pungkas Menag. ***














