Politik
LSI Denny JA Sebut Dedi Mulyadi Bakal Cetak Sejarah di Pilgub Jabar
FAKTUAL-INDONESIA : Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA merilis hasil survei terbaru Pilgub Jabar 2024, pasangan Dedi Mulyadi-Erwan Setiawan masih unggul dari calon-calon lainnya.
Direktur Eksekutif Citra Komunikasi LSI Denny JA, Toto Izul Fatah mengatakan hasil survei itu dikumpulkan dari periode 31 Oktober sampai 4 November 2024, dengan metode sampling Multistage Random Sampling. Survei diambil dari 800 responden melalui wawancara tatap muka, dengan margin of error 3,5%.
Toto mengungkap temuan hasil survei dalam potret 4 nama Calon Gubernur secara perorangan. Dalam survei dengan pertanyaan siapa nama paling pantas didukung dan dipilih, Dedi Mulyadi menduduki posisi tertinggi dengan 75,0%.
“Hasilnya Dedi Mulyadi unggul cukup telak dan cukup fenomenal, kemenangannya jauh meninggalkan yang lain. Dedi Mulyadi punya elektabilitas tertinggi sebanyak 75,0%, Ahmad Syaikhu 8,4%, Acep Adang Ruhiat 4,3%, dan Jeje Wiradinata sebanyak 3,3%. Sementara swing voters sebesar 9,0%,” kata Toto, Jumat (8/11/2024).
Baca Juga : Bakal Calon Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi Tunjuk Komedian Sule Jadi Juru Bicara, Apa Alasannya?
Lalu dalam survei dengan pertanyaan yang kurang lebih sama, namun menampilkan simulasi surat suara masing-masing Cagub dipasangkan dengan Cawagubnya, hasilnya juga elektabilitas Dedi Mulyadi masih tinggi. Didampingi Erwan Setiawan, Dedi memperoleh elektabilitas 74,6%.
“Pasangan Dedi Mulyadi ada penurunan elektabilitas, meski masih dalam margin of error sedikit turun menjadi 74,6%. Sebaliknya dengan yang lain, mengalami kenaikan tapi belum signifikan,” ucap Toto.
Dedi Mulyadi-Erwan Setiawan punya elektabilitas sebesar 74,6%, disusul Ahmad Syaikhu-Ilham Habibie sebesar 12,0%, Acep Adang-Gitalis Dwinatarina masih duduk di posisi ketiga yakni 6,5%, dan terakhir Jeje Wiradinata-Ronal Surapradja elektabilitas sebesar 5,3%. Adapun swing voters hanya sebesar 1,6%.
Alasan pemilih Dedi-Erwan didominasi karena tingkat keterkenalan yang tinggi. Sebanyak 25% pemilih mengaku hanya mengenal keduanya dibanding kandidat lainnya. Alasan ini juga mendominasi pemilih Acep-Gita sebesar 17,3%.
Baca Juga : Calon Gubernur Jabar Dedi Mulyadi Ingin Pengobatan Tradisional Masuk RS
Sementara 31,3% pemilih Syaikhu-Ilham punya alasan melihat kepribadian keduanya baik. Pemilih Jeje-Ronal didominasi alasan menyukai partai pengusungnya yakni PDIP sebesar 19%.
“Dominan pemilih Jeje ini karena suka dengan partai pengusungnya, tapi faktor lainnya rendah. Nah menariknya, 71,8% pemilih dari partai PDIP itu mengarahkan suara ke Dedi-Erwan. Sama seperti PKS yang kita kenal militan, meski hanya selisih sedikit tapi 47,9% pemilih ke Dedi-Erwan sementara 39,6% ke Syaikhu-Ilham,” ucap Toto.
Ia mengatakan, elektabilitas Dedi Mulyadi cukup fenomenal karena mencapai angka lebih dari 70%. Tingkat popularitas yang berbanding lurus dengan tingkat publik menyukai tokoh tersebut, menjadi alasan begitu tingginya keinginan publik memilih Dedi-Erwan dalam Pilkada Jabar 2024.
“Mungkin ini sejarah pertama Cagub yang terpilih di atas 70% tepatnya 74,6% yang ini dimiliki oleh pasangan Dedi-Erwan. Faktor lain yang cukup kokoh adalah sumbangan oleh strong supporters 55%, ini angka yang jarang dimiliki oleh daerah manapun kecuali Ciamis. Fenomena ini bisa good news and bad news karena masih ada 31% soft supporters, jadi masih cair dan bisa direbut siapa saja, seperti tanah tak bertuan,” tutur Toto.
Sementara itu, Syaikhu-Ilham sebetulnya punya peluan untuk menyusul Dedi-Erwan mengingat posisi elektabilitasnya bisa tembus lebih dari dua digit persentase. Meski begitu, Toto menilai dalam kurun waktu yang singkat, kekuatan elektabilitas Dedi-Erwan akan sulit untuk dikalahkan.
Baca Juga : Partai Golkar Siapkan 3 Nama Calon Pendamping Dedi Mulyadi di Pilgub Jabar, Siapa Dia?
“Harus jujur saya sampaikan, Dedi-Erwan cukup kokoh dan menang fenomenal. Hampir mustahil disusul, kecuali ada tsunami politik dan money politik masif. Kami belum melihat ada tanda-tanda ini, tapi kalaupun ada ya saya kira di Jabar mungkin perlu uang berkarung-karung dan belum tentu efektif,” ucap Toro.
“Black campaign misalnya, itu masuk tsunami politik. Kasus tertentu atau isu negatif yang beredar masif, dalam teori negatif campaign itu bisa terjadi. Tapi seberapa publik tahu dan sebelrapa percaya? Karena pemilih di Jabar 70-80% ini grass root, mereka tidak terakses media, pemberitaan, sosmed dll. Jadi mungkin hanya tersebar ke lingkungan elit dan belum tentu dipercaya kalau tidak cerdas mengemasnya,” sambungnya.***