Politik
Jemaat Gereja KKD dan Tokoh Masyarakat Rajabasa Jaya Bandarlampung Rekonsiliasi, Siap Menjaga Toleransi Kerukunan Beragama

Jemaat Gereja Kristen Kemah Daud (GKKD) dan tokoh masyarakat Kelurahan Rajabasa Jaya, Bandarlampung, berkomitmen akhiri ketidaksepahaman setelah Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang sebelumnya menyesalkan kembali munculnya polemik kegiatan ibadah umat beragama
FAKTUAL-INDONESIA: Polemik kegiatan ibadah umat beragama yang terjadi di GKKD (Gereja Kristen Kemah Daud), Rajabasa, Kota Bandar Lampung, Lampung, diakhiri dengan rekonsiliasi untuk menjaga toleransi kerukunan beragama.
Jemaat Gereja Kristen Kemah Daud (GKKD) bertemu tokoh masyarakat di Kelurahan Rajabasa Jaya, Bandarlampung, Kamis (23/2/2023). Kedua pihak berkomitmen untuk mengakhiri ketidaksepahaman yang selama ini terjadi.
Seperti dilansir kemenag.go.id, hal itu ditandai dengan penandatanganan Pernyataan Perdamaian Kerukunan Umat Beragama (KUB). Perdamaian tersebut disaksikan unsur Kementerian Agama Provinsi Lampung, Pemerintah Kota Bandar Lampung, Camat Rajabasa, Lurah Rajabasa Jaya.
Hadir juga, perwakilan Kesbangpol Kota Bandar Lampung, FKUB Kota Bandar Lampung, Babinkamtibmas, Babinsa, dan Kepala KUA Rajabasa.
Pernyataan perdamaian ditandatangani Pdt. Naek Siregar, S.H.,M.Hum., M.T. dan Pdt. Parlindungan Lumban Toruan sebagai wakil jemaat GKKD. Sedangkan dari Tokoh Masyarakat diwakili Wawan Kurniawan, M. Yani Marjas, Ustadz Mustamil.
Mereka sepakat untuk melakukan rekonsiliasi dengan siap saling menjaga toleransi kerukunan umat beragama dan keamanan bersama. Mereka juga berkomitmen saling memaafkan dan tidak menuntut apapun dalam bentuk jalur hukum baik perdata maupun pidana dan menyerahkan proses hukum kepada pemerintah yang berwenang.
Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Bandar Lampung, Purna Irawan, berharap agar momentum ini menjadi tonggak terciptanya kerukunan beragama di Kota Bandar Lampung, khususnya di Kampung Lingsuh.
Ia menegaskan pemerintah melalui undang-undang dan peraturan yang ada, telah memberi hak bagi setiap pemeluk agama untuk dapat melaksanakan ibadah sesuai dengan kepercayaannya masing-masing. Sebagaimana hak dilindungi, kewajiban bagi setiap pemeluk agama juga harus ditunaikan. Sehingga, hak dan kewajiban dapat berjalan sesuai dengan peraturan.
Sebelumnya, Kakanwil Kemenag Provinsi Lampung Puji Raharjo telah menggelar dialog dengan masyarakat dan pihak jemaat GKKD pada 19 Februari 2023. Dia berpesan bahwa semua pemeluk agama dipastikan menginginkan kerukunan, kedamaian, dan suasana harmonis di tengah masyarakat.
“Karena kita semua menginginkan kedamaian, keamanan, dan tentunya membangun hubungan yang harmonis antar umat beragama yang mencintai agama yang kita yakini,” ungkapnya.
Kanwil Lampung beserta jajaran Forkopimda terus berupaya menciptakan kondisi Kamtibmas yang aman dan nyaman serta suasana keagamaan yang harmonis dan rukun.
Menag Kedepankan Musyawarah
Penyelesaian itu sesuai dengan harapan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang sebelumnya menyesalkan kembali munculnya polemik kegiatan ibadah umat beragama. Apalagi, sampai terjadi proses penghentian peribadahan.
Menurut Menag, persoalan seperti itu seharusnya bisa diselesaikan dengan musyawarah. Apalagi, sudah ada regulasi yang mengatur dan bisa dijadikan pedoman bersama.
“Semua pihak bertanggung jawab pada terciptanya kerukunan. Jika ada permasalahan, semestinya diselesaikan secara musyawarah dengan melibatkan para pihak yang bertanggung jawab dalam memelihara kerukunan. Tidak perlu ada aksi pembubaran atau pelarangan,” terang Menag di Jakarta, Selasa (20/2/2023).
“Polemik izin rumah ibadah harus dilaporkan ke Pemerintah Daerah, FKUB, Kepolisian, dan Kemenag setempat agar dapat diambil langkah penyelesaiannya sesuai hukum dan peraturan perundang-undangan,” sambungnya.
Menag menegaskan, pihaknya sudah minta Kakanwil Kemenag Lampung untuk turun langsung ke lapangan dan ikut membantu menyelesaikan persoalan ini. Menurutnya, terkait aktivitas peribadahan, sudah diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor: 9 Tahun 2006 dan Nomor: 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat.
Pasal 18 PBM mengatur bahwa pemanfaatan bangunan gedung bukan rumah ibadat sebagai rumah ibadat sementara harus mendapat surat keterangan pemberian izin sementara dari bupati/walikota dengan memenuhi persyaratan laik fungsi dan pemeliharaan kerukunan umat beragama serta ketenteraman dan ketertiban masyarakat. “Proses yang sudah diatur seperti ini sebaiknya dipatuhi oleh para pihak. Pemerintah Daerah juga diharapkan bisa berperan sesuai kewenangannya sehingga umat beragama di daerahnya bisa menjalankan ibadah dengan nyaman dan aman,” ujarnya.
Pemerintah Daerah, lanjut Menag, memiliki peran besar dalam upaya menjaga kerukunan dan perizinan rumah ibadah. Bahkan, jika ada umat beragama yang belum bisa mendirikan rumah ibadah karena belum terpenuhinya persyaratan, PBM memberi mandat kepada Pemerintah Daerah untuk memfasilitasinya.
“Pasal 14 PBM mengatur, dalam hal persyaratan belum terpenuhi, pemerintah daerah berkewajiban memfasilitasi tersedianya lokasi pembangunan rumah ibadat,” sebutnya.
Menag berharap aksi pembubaran kegiatan beribadah tidak terulang. Polemik rumah ibadah juga sudah diatur dalam PBM dan harus mengedepankan semangat musyawarah. “Saya sudah minta jajaran Kanwil Kemenag Provinsi dan Kankemenag Kabupaten/Kota untuk proaktif dalam penyelesaian perselisihan semacam ini dan terus terdepan dalam menjaga kerukunan umat,” tandasnya. ***