Lifestyle
Hubungan Seks Pertama 15 – 19 Tahun tapi Nikah Umur 22 Tahun, Cegah Stunting Jangan Sampai Hamil Duluan
FAKTUAL INDONESIA: Kini, edukasi tentang risiko kehamilan di usia muda menjadi sangat penting seiring dengan hubungan seksual pertama yang semakin maju.
Usia hubungan seks pertama kini maju di usia 15 – 19 tahun meskipun untuk menikah tetap pada usia 22 tahun.
Dari fenomena ini dalam upaya mencegah stunting maka sangat penting edukasi tentang risiko kehamilan di usia muda.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dr. Hasto Wardoyo menyoroti usia hubungan seksual pertama yang semakin maju itu dalam pertemuan tim lini lapangan dan pembinaan Duta Generasi berencana (Genre) kecamatan se-Kota Palembang, Sumatera Selatan, yang digelar Penjabat Wali Kota Palembang, Ratu Dewa.
“Hari ini, rata-rata hubungan seks pertama maju di usia 15-19 tahun. Kalau ditanya, mayoritas di usia 17 tahun, padahal menikahnya rata-rata di usia 22 tahun. Oleh karena itu, dalam upaya mencegah stunting, jangan sampai hamil duluan. Hamil di luar nikah perlu kita hindari, ini penting,” ujar Hasto dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Seperti dilansir antaranews.com, dalam kesempatan tersebut, Hasto juga memberikan tantangan kepada para Duta Genre untuk memberikan edukasi kepada semua peserta yang hadir. Ia juga menyampaikan, usia laki-laki lebih maju jika dibandingkan dengan perempuan untuk hubungan seksual pertama.
“Potret Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 90-an, jika ditanyakan kapan hubungan seks pertama, maka jawabannya di usia 20-21. Memang usia laki-laki lebih maju ketimbang perempuan untuk hubungan seks pertama,” ucapnya.
Hasto juga berulang kali mengingatkan pentingnya pendewasaan usia perkawinan, di mana usia ideal menikah bagi laki-laki adalah 25 tahun, sedangkan perempuan 21 tahun.
“Nikah ideal adalah perempuan 21 tahun dan laki-laki 25 tahun, ini kampanyenya BKKBN supaya keluarga itu dewasa,” kata Hasto.
Ia memaparkan, BKKBN memiliki aplikasi elektronik siap nikah dan siap hamil (elsimil) yang bisa menjadi solusi untuk mempersiapkan calon pengantin agar paham tentang kesehatan reproduksi untuk menurunkan angka perceraian di Indonesia.
“Kita sadar perceraian meningkat, untuk itu kita mulai dari agak hulu sedikit, yakni dengan program sebelum menikah, dimana BKKBN meluncurkan aplikasi elsimil, tiga bulan sebelum menikah harus diberikan bimbingan yang komprehensif, termasuk ada bimbingan perencanaan kesehatan reproduksinya,” ujar dia.
Ia juga menyatakan bahwa BKKBN selalu berkolaborasi lintas sektor untuk mengkampanyekan kepada masyarakat agar tidak kawin pada usia anak.
“Perkawinan usia anak itu akan menyebabkan pasangan tidak siap, yang ujungnya akan menyebabkan perceraian. Sekarang salah satu penyebab perceraian terbesar adalah karena konflik kecil yang berkepanjangan, mayoritas itu. Ini menunjukkan bahwa suami tidak bisa memaklumi kekurangan istri, begitu pula sebaliknya, sehingga konfliknya berkepanjangan, akhirnya terjadilah perceraian,” tuturnya. ***