Politik
Menlu Retno di Swiss, Tanpa Aksi Nyata Perlucutan Senjata, Bencana Nuklir Hanya Soal Waktu
FAKTUAL-INDONESIA: Dalam pertemuan Conference on Disarmament di Jenewa, Swiss, Senin (27/2/2023) Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi mendesak negara-negara untuk melakukan aksi nyata mendorong perlucutan senjata nuklir.
“Tanpa aksi nyata yang tegas, bencana nuklir hanya soal waktu, dan risiko ini semakin besar seiring menajamnya rivalitas antar-kekuatan besar,” kata Menlu.
Upaya perlucutan senjata nuklir telah mandek selama lebih dari seperempat abad akibat tidak adanya kemauan politik, kompleksitas situasi keamanan global, dan masih adanya mentalitas Perang Dingin.
Guna mendorong kemajuan perlucutan senjata nuklir, Menlu sampaikan tiga hal yang perlu dilakukan.
Pertama, membangkitkan kembali kemauan politik.
Harus ada aksi nyata yang dilakukan untuk mencapai perlucutan senjata nuklir. Fokus utama yang perlu didorong adalah Negative Security Assurances (NSA) yang mengikat secara hukum.
NSA adalah adanya jaminan bahwa negara pemilik senjata nuklir tidak akan menggunakan atau mengancam penggunaan senjata nuklir kepada negara non-pemilik senjata nuklir.
Hal ini akan menjadi insentif bagi negara-negara yang telah mematuhi kewajibannya di bawah Non-Proliferation Treaty serta meningkatkan rasa saling percaya antara negara pemilik dan non-pemilik senjata nuklir.
Kedua, memperkuat arsitektur perlucutan senjata nuklir dan non-proliferasi.
Ini antara lain dilakukan melalui universalisasi Traktat Pelarangan Senjata Nuklir. Indonesia saat ini tengah memfinalisasi proses ratifikasi, dan mengharapkan negara-negara lain untuk segera meratifikasinya.
Selain itu, penggunaan nuklir untuk tujuan damai harus betul-betul dijaga agar tidak diselewengkan menjadi senjata.
Ketiga, memfasilitasi kepatuhan terhadap zona bebas senjata nuklir.
Zona bebas senjata nuklir merupakan elemen penting dalam upaya mewujudkan perlucutan senjata nuklir global.
“Sebagai Ketua ASEAN tahun ini, Indonesia akan terus memajukan zona bebas senjata nuklir di kawasan Asia Tenggara,” tegas Menlu. Hal ini akan dilakukan dengan mengupayakan ditandatanganinya Protokol Zona Bebas Nuklir di Asia Tenggara.
Pencalonan Indonesia
Sementara itu ketika menghadiri Sidang Dewan HAM PBB ke-52 di Jenewa, Swiss, Senin (27/2/2023), Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menyampaikan pencalonan diri Indonesia sebagai Anggota Dewan HAM PBB periode 2024-2026.
Menegaskan kembali komitmen Indonesia terhadap penegakan HAM, Menlu RI menyampaikan pencalonan diri Indonesia dengan mengangkat tema “Inclusive Partnership for Humanity.” Menlu meminta dukungan dari negara-negara terhadap pencalonan Indonesia tersebut.
Dalam kunjungan ke Jenewa, Menlu juga melakukan pertemuan bilateral dengan beberapa negara/pihak, yaitu Norwegia, Belgia, Swiss, Palestina, Finlandia, Prancis, Maladewa, Iran, dan Komisioner Tinggi HAM.
Selain membahas isu pencalonan Indonesia sebagai anggota Dewan HAM, pertemuan-pertemuan bilateral juga membahas isu-isu perdagangan dan investasi, keketuaan Indonesia di ASEAN, tindak lanjut kesepakatan G20, serta isu-isu yang menjadi perhatian bersama seperti Myanmar, Afghanistan, dan Palestina.
Sidang ini bertepatan dengan Peringatan 75 tahun Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
“Peringatan 75 tahun Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia harus jadi momentum untuk memperteguh komitmen terhadap penegakan HAM, dan tidak boleh membuat perhatian terhadap kondisi HAM dunia menjadi terpecah,” tegas Menlu Retno.
Meski selama ini Deklarasi tersebut terus menginspirasi transformasi menuju dunia yang lebih adil, setara, dan inklusif, namun Menlu Retno menyampaikan pentingnya kerja sama yang erat untuk wujudkan hal tersebut.
“Pertanyaannya sekarang adalah apa yang akan kita lakukan? Apakah kita akan berdiam diri dan acuh? Atau…kita akan bekerja keras secara bersama-sama … dan melakukan hal yang lebih baik lagi?” tambah Retno.
Untuk itu, Menlu menyarankan tiga hal yang perlu menjadi fokus kerja sama penguatan HAM.
Pertama, melakukan aksi nyata untuk kemanusiaan.
Perang dan konflik harus dihentikan karena hanya menyengsarakan umat manusia.
Karenanya, solusi damai harus terus dikedepankan, termasuk di Palestina, Afghanistan, Myanmar, dan Ukraina.
“Kita tidak boleh menutup mata terhadap penderitaan saudara kita di Palestina. Insiden di Huwara menunjukkan situasi HAM dan kemanusiaan di Palestina kian memburuk” tutur Menlu Retno.
Menlu Retno juga sampaikan hak perempuan dan anak perempuan juga tidak boleh diabaikan, termasuk di Afghanistan. Terkait Myanmar, sebagai Ketua ASEAN, Indonesia akan terus upayakan komunikasi dengan semua pihak terkait, untuk dorong dialog nasional yang inklusif.
Kedua, meningkatkan upaya pencegahan pelanggaran HAM.
Menlu menyampaikan bahwa penguatan aspek pencegahan, akan berkontribusi terhadap perlindungan yang lebih kuat untuk HAM.
Karena itu, negara memiliki tanggung jawab untuk memastikan kebijakan afirmatif, akses setara terhadap kesempatan dan sumber daya, dan mekanisme untuk mencari keadilan oleh korban. Dalam hal ini Dewan HAM dapat berkontribusi melalui peningkatan kapasitas nasional dan fasilitasi peningkatan kapasitas.
Menlu juga menggarisbawahi pentingnya mengakui kesalahan dan pelanggaran HAM masa lalu untuk mencegah hal yang sama terjadi di masa depan. Indonesia berkomitmen untuk merehabilitasi korban, tanpa mengesampingkan penyelesaian hukum.
“Tahun ini Presiden Joko Widodo telah mengakui dan menyesali 12 insiden pelanggaran HAM masa lalu,” kata Menlu.
Menlu juga tekankan bahwa keberanian untuk mengakui adalah hal yang krusial untuk penghormatan HAM yang lebih baik. Dan Indonesia memiliki keberanian tersebut.
Ketiga, memperkuat arsitektur HAM.
Dewan HAM PBB harus beradaptasi dengan tantangan HAM terkini dan terus berbenah diri.
“Imparsialitas, transparansi, dan dialog harus menjadi “ruh” utama Dewan HAM. Kita harus terus menjaga Dewan HAM dari politisasi dan digunakannya Dewan HAM sebagai alat rivalitas geopolitik,” ujar Menlu.
Saling tuding dan pemberlakuan standar ganda tidak akan menghasilkan solusi. Untuk itu, kesatuan Dewan HAM harus dikedepankan, bukan mentalitas us vs them.
Di kawasan, Indonesia terus berupaya memperkuat mekanisme HAM. Sebagai Ketua ASEAN, Indonesia akan memperkuat mandat Komisi HAM ASEAN, Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak ASEAN, serta melembagakan dialog HAM kawasan. ***