Connect with us

Politik

Komisi II Soroti Banyak Pj Kepala Daerah Tak Layak Memimpin, Menjadi Pejabat Politik Terlalu Mudah

Gungdewan

Diterbitkan

pada

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang dan Anggota Komisi II DPR RI Ongku P. Hasibuan menyoroti soal Pj Kepala Daerah tak layak memimpin dam menjadi pejabat politik kini syaratnya terlalu mudah

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang dan Anggota Komisi II DPR RI Ongku P. Hasibuan menyoroti soal Pj Kepala Daerah tak layak memimpin dam menjadi pejabat politik kini syaratnya terlalu mudah

FAKTUAL INDONESIA: Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian disentil para wakil rakyat dalam Rapat Kerja dengan Komisi II di Gedung Nusantara, DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (10/6/2024).

Sentilan pertama untuk Mendagri Tito disampaikan Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang yang menyatakan, hampir 40 persen Pj yang saat ini menjabat, tidak layak memimpin.

Kemudian Anggota Komisi II DPR RI Ongku P. Hasibuan menilai syarat menjadi pejabat politik terlalu mudah, baik dari syarat pendidikan hingga rekam jejaknya.

“Yang pertama, tentu harus kita cermati menyangkut Pj-Pj ini, saudara menteri. Terus terang, hasil dari bukan hanya pengamatan ya, yang kami lihat, dengar, dan rasakan, hampir 40 persen para Pj ini memang tidak layak untuk menjadi Pj, saudara menteri,” kata Junimart.

Baca juga: Setujui Penambahan Anggaran Rp 2,9 Triliun, Komisi X DPR RI Ingatkan Kemenpora DBON Harus jadi Prioritas

Advertisement

Seperti dilansir laman dpr.go.id, politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini menduga, hal tersebut terjadi karena stok sosok di Kemendagri sudah tidak ada. Sehingga, hal itu membuat Mendagri mengambil sosok dari luar Kemendagri.

“Kami pahami kenapa sampai demikian, terus terang mungkin stok di Kementerian Dalam Negeri sudah habis, sudah habis yang akhirnya mengambil dari kementerian lain (untuk menjadi Pj Kepala Daerah). Yang saudara menteri tidak paham tentang pola pikir dan mungkin mereka juga tidak paham tentang bagaimana tata kelola pemerintahan,” ucapnya.

“Yang saudara menteri tidak paham tentang pola pikir dan mungkin mereka juga tidak paham tentang bagaimana tata kelola pemerintahan”

Legislator Dapil Sumatera Utara III ini menegaskan, untuk memilih Pj kepala daerah bukan hanya mereka yang paham dengan kondisi daerah tersebut. Tetapi juga harus mampu menyelesaikan permasalahan di daerah itu. “Saudara menteri ya harus melihat juga bagaimana track record dari para Pj ini apakah dia mampu? Apakah dia memang paham? Ada orang paham, tapi nggak mampu pak, tidak mampu,” tandas dia.

Baca juga: Personel Densus 88 Kuntit Jampidsus, Suara DPR: Konflik Kejagung dan Polri Jangan Ganggu Pemberantasan Korupsi

Advertisement

Terlalu Mudah

Sementara itu Anggota Komisi II DPR RI Ongku P. Hasibuan menilai syarat menjadi pejabat politik terlalu mudah, baik dari syarat pendidikan hingga rekam jejaknya. Bahkan, dia menegaskan bahwa ada dugaan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi ikut intervensi dalam menetapkan syarat batas usia.

“Karena memang terus terang syarat kita untuk menjadi pejabat politik itu terlalu mudah, baik syarat pendidikannya, syarat track record (rekam jejak)-nya, syarat usianya bahkan (ada dugaan) diintervensi oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi ya. Ini kita ini mau dibawa kemana negeri ini?” kata Ongku.

Politisi Fraksi Partai Demokrat ini lalu membandingkan dengan syarat menjadi polisi. Menurutnya, seseorang butuh melalui banyak seleksi untuk bisa jadi polisi. “Bahkan, untuk pejabat, cukup lulus SMA. Bisa juga paket C,” ujarnya.

Karena itu, Legislator Dapil Sumatera Utara II ini menilai, pandangan Mendagri Tito Karnavian untuk membandingkan hasil kerja para Pj yang ditunjuk pemerintah dengan kepala daerah hasil pemilu bisa jadi acuan.

Advertisement

Baca juga: RDPU dengan BEM SI, Komisi X DPR Bentuk Panja Pembiayaan Pendidikan dan Desak Pemerintah Perbaiki UKT

Membuat Penelitian

Dalam kesempatan yang sama, Mendagri Tito Karnavian mengatakan bahwa pihaknya siap mengkaji dugaan ketidaklayakan para Pj Kepala Daerah. Tito menyebut sebagian Pj Kepala Daerah tersebut bukan berasal dari Kemendagri.

“Kami belum memiliki studi tentang ketidaklayakan secara sainstifik. Jadi, ini mungkin asumsi, hipotesis. Kami sudah diskusikan dari awal bahwa enggak mungkin semua dari Kemendagri. Nanti (kementerian) saya enggak bisa kerja, habis semua, sehingga kami ambil juga bukan hanya dari Kemendagri, bukan hanya dari kementerian/lembaga, melainkan justru banyak juga dari daerah,” jelasnya.

Tito juga mengatakan pihaknya akan membuat penelitian untuk membandingkan kinerja kepala daerah hasil penugasan dengan kepala daerah yang dipilih melalui proses Pilkada.

Advertisement

“Kita ingin membuat studi nantinya, semacam penelitian. It is time also to compare, ini juga waktu untuk membandingkan, bagus mana antara kepala daerah yang penugasan ini, dengan kepala daerah yang hasil Pilkada. Kita ingin tahu juga,” kata Tito.

Baca juga: Indonesia Kini Miliki 38 Provinsi setelah Mendagri Resmikan Papua Barat Daya

Tito menjelaskan, sejauh ini belum ada penelitian yang berdasarkan dengan metodologi mengenai perbandingan kinerja Pj dengan kepala daerah hasil Pilkada.

“Selama ini mungkin kita hanya berdasarkan pengetahuan empirik, pengetahuan yang belum didasarkan dengan metodologi. Kita ingin membuat kajian dengan metodologi yang melibatkan ahli, untuk melihat baik dengan cara kuantitatif maupun kualitatif, kira-kira bagus mana antara dua gelombang ini,” pungkasnya. ***

Advertisement
Lanjutkan Membaca
Advertisement