Connect with us

Politik

Berpotensi Rusuh, Ketua KPU dan Bawaslu Yalimo Pilih Mundur Ketimbang PSU Kedua

Avatar

Diterbitkan

pada

PSU di Yalimo yang harus diulang lagi berdasarkan putusan MK. (Ist).

PSU di Yalimo yang harus diulang lagi berdasarkan putusan MK. (Ist).

FAKTUALid – Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengharuskan digelarnya pemungutan suara ulang (PSU) untuk kedua kalinya di Kabupaten Yalimo, Provinsi Papua, membuat Ketua KPU Yalimo Yehemia Waliangen dan Ketua Bawaslu Habakuk Mabel angkat tangan. Mereka memilih mundur ketimbang harus menggelar PSU ulang.

Ketua KPU Yalimo Yehemia Walianggen ketika dihubungi Senin (5/7/2021) mengatakan, berbagai tahapan pemilihan sudah dilakukan secara maksimal, termasuk PSU dua distrik namun semua hasil itu dibatalkan oleh MK.

“Saya secara pribadi menyatakan tidak akan melaksanakan proses PSU (untuk kedua kalinya) di Yalimo lagi dan akan sampaikan kepada pimpinan saya di KPU Provinsi dan KPU RI jika saya akan mundur dari jabatan Ketua KPU Yalimo,” katanya.

Mantan Ketua Bawaslu Yalimo itu yakin jika PSU kedua kali yang diputuskan dilaksanakan maka akan mengakibatkan dampak kerusuhan yang lebih besar di masyarakat.

“Kalau PSU dipaksakan, akan sangat berbahaya. Sebab akan bermuara kepada konflik horizontal antara masyarakat, terutama juga penyelenggara KPU karena pasti akan diganggu dan proses ini tidak akan berjalan maksimal,” katanya.

Advertisement

Ketua Bawaslu Yalimo Habakuk Mabel mengaku segera mengajukan pengunduran diri dari jabatan sebab kondisi daerah tidak menjamin keselamatan dirinya sebagai penyelenggara.

“Pada prinsipnya Ketua KPU dan Bawaslu Yalimo tidak akan melakukan putusan MK untuk PSU lagi dan memilih mengundurkan diri karena persiapannya kita sudah melakukan untuk Pilkada Desember 2020 dan PSU Mei 2021 dengan baik namun karena putusan MK yang tidak jelas ini membuat kami tidak bisa paksakan tahapan ini,” katanya.

Pada tahapan pemilihan bupati pertama dan PSU pertama di dua distrik, penyelenggara menghadapi situasi yang berat namun berupaya menyukseskan semua proses hingga berhasil dan muncul putusan MK untuk dilakukan PSU lagi.

“Meskipun putusan MK bersifat final dan mengikat tetapi kami pada prinsipnya tidak bisa memaksakan karena kondisi yang dialami di daerah sangat sulit. Kita penyelenggara diancam habis-habisan. Kami merasa kemarin itu sudah sukses tetapi semua dibatalkan,” katanya.
Dirinya khawatir jika putusan MK itu dilaksanakan maka bukan saja berdampak seperti perusakan atau pembakaran fasilitas pemerintah tetapi bisa saja berimbas pada kekerasan fisik kepada masyarakat Yalimo.

“Saya tidak mau mengawasi tahapan ini (PSU ke dua kali) sebab atas putusan MK kemarin masyarakat secara spontan melakukan perusakan, pembakaran fasilitas pemerintah daerah dan jangan lagi berimbas pada kekerasan fisik pada masyarakat lain,” katanya seperti dilansir antaranews.com. ***

Advertisement

 

Lanjutkan Membaca
Klik Untuk Komentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Advertisement