Connect with us

Ekonomi

Penjualan Offline Dibebani Berbagai Aturan dan Pajak, Tetapi Online Diberikan Berbagai Kemudahan ?

Avatar

Diterbitkan

pada

Foto ilustrasi suasana di salah satu pusat perbelanjaan di Batam. (Antaranews.com)

FAKTUAL-INDONESIA: “Penjualan offline itu dibebani berbagai macam aturan, berbagai macam pajak, tetapi online diberikan berbagai macam kemudahan sehingga penjualan offline terkekang terus salah satunya dari sisi perpajakan yang tidak seimbang. Kalau sekarang ditambah dengan peningkatan PPN akan bertambah lagi, ketidakseimbangan tersebut”.

Pernyataan bernada keluhan itu diutarakan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Persatuan Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja saat konferensi pers di Jakarta, Kamis (10/3/2022).

Alphonzus mengutarakan itu terkait rencana pemerintah menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 11 persen yang akan berlaku mulai 1 April 2022. Ia mengharapkan  pemerintah dapat menunda kenaikan tarif PPN itu.

Menurut Alphonzus, sebelumnya Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) telah memberikan masukan kepada pemerintah agar pelaksanaan kenaikan tarif PPN ditunda dengan menunggu situasi perekonomian dan kesehatan di Indonesia benar-benar membaik setidaknya dua sampai tiga tahun ke depan.

“Kalau sudah menjadi lebih baik, saya kira bisa saja pemerintah melaksanakan kenaikan PPN tersebut. Tapi sekarang kondisinya begitu berat, di situasi yang sekarang sangat berat,” katanya.

Advertisement

Ia mengatakan bahwa APPBI memperkirakan terdapat tiga potensi utama yang akan menimbulkan masalah apabila tarif PPN tetap dinaikkan pemerintah tahun ini.

Pertama, Alphonzus mengatakan kenaikan tarif PPN akan menambah ketidakseimbangan kondisi ekonomi pusat perbelanjaan offline yang sebelumnya telah dibebani oleh berbagai macam aturan. Menurutnya, perlakuan perpajakan antara pusat perbelanjaan online dan offline tidak seimbang.

Kedua, Alphonzus mengatakan kenaikan tarif PPN ini akan memberatkan kalangan menengah-atas yang menjadi produsen di tengah kondisi ketidakpastian global terkait dampak perang Rusia-Ukraina serta kondisi pandemi COVID-19 yang belum sepenuhnya pulih.

“Kenaikan PPN tidak mampu diserap oleh produsen sehingga mereka akan membebankan kenaikan tersebut kepada harga barang atau produk. Tentunya ini akan menambah lagi potensi kenaikan biaya-biaya,” ujarnya dilansir antaranews.com.

Menurut Alphonzus, Indonesia memiliki posisi pasar yang kuat untuk perdagangan dalam negeri dibandingkan negara-negara tetangga. Namun, lanjutnya, pemerintah justru menambah beban bagi produsen, padahal banyak negara tetangga yang memberikan kemudahan dari sisi perdagangan.

Advertisement

“Ini dikhawatirkan akan mengganggu proses pemulihan ekonomi nasional ditambah lagi dengan ketidakpastian global yang sekarang ini sedang kita hadapi bersama,” tuturnya.

Ketiga, Alphonzus mengatakan kenaikan tarif PPN akan membuat harga barang dan produk menjadi naik sehingga lebih sulit terjangkau oleh kalangan menengah-bawah yang saat ini daya belinya masih belum pulih.

“Itulah yang kami sampaikan kepada pemerintah. Kami pada saat itu meminta untuk membatalkan wacana tersebut, tetapi pemerintah mempunyai keputusan yang lain. Akhirnya tetap diputuskan untuk naik meskipun secara bertahap,” katanya. ***

Advertisement
Lanjutkan Membaca
Advertisement