Connect with us

Ekonomi

Koordinasi Pemangku Kepentingan Lemah, Kartu Kuning UNESCO terhadap Kaldera Toba Tamparan Keras Bagi Indonesia

Gungdewan

Diterbitkan

pada

Koordinasi Pemangku Kepentingan Lemah, Kartu Kuning UNESCO terhadap Kaldera Toba Tamparan Keras Bagi Indonesia

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Evita Nursanty, menyoroti serius peringatan “yellow card” yang diberikan UNESCO Global Geopark (UGGp) terhadap Geopark Kaldera Toba, Sumatera Utara (Sumut)

FAKTUAL INDONESIA: Peringatan “yellow card” atau kartu kuning yang diberikan UNESCO Global Geopark (UGGp) terhadap Geopark Kaldera Toba, Sumatera Utara (Sumut) merupakan tamparan keras bagi Indonesia dalam mengelola kekayaan geologi nasional.

Ancaman pencabutan status UNESCO ini bukan sekadar persoalan kebanggaan nasional, melainkan mengancam sektor pariwisata dan ekonomi Indonesia.

Pencabutan status geopark tersebut bisa mengancam sektor pariwisata nasional dan ekonomi masyarakat lokal.

Demikian dikemukakanWakil Ketua Komisi VII DPR RI, Evita Nursanty, menyoroti serius peringatan “yellow card” yang diberikan UNESCO Global Geopark (UGGp) terhadap Geopark Kaldera Toba.

“Kita harus jujur mengakui bahwa peringatan yellow card dari UNESCO adalah tamparan keras atas cara kita mengelola kekayaan geologi nasional,” tegas Evita dalam keterangan tertulis kepada di Jakarta, Minggu (25/5/2025).

Advertisement

Baca Juga : Kebaya Resmi Jadi Warisan Budaya Takbenda oleh UNESCO, Diusulkan 5 Negara Asia Tenggara

Seperti dikutip dari laman dpr.go.id, Evita menekankan pentingnya pembenahan tata kelola secara lintas sektoral. Ia menyebut masih lemahnya koordinasi antar pemangku kepentingan, minimnya pelibatan masyarakat lokal, serta kurangnya standar informasi dan fasilitas pendukung di situs Kaldera Toba sebagai catatan serius dari UNESCO.

“Baik pengelola di daerah maupun pusat harus sinkron. Tanpa koordinasi top-down yang jelas, program akan jadi tambal sulam,” tambah Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini.

Legislator dari Dapil Jawa Tengah III ini mendorong pemerintah untuk memanfaatkan sisa waktu sebelum evaluasi ulang oleh UNESCO yang tinggal satu bulan. Ia menegaskan, peringatan tersebut sudah disampaikan sejak dua tahun lalu, namun perbaikan nyata belum terlihat signifikan.

“Jika status UNESCO dicabut, maka bukan hanya reputasi yang dipertaruhkan, tapi juga kepercayaan internasional atas komitmen Indonesia menjaga kekayaan alamnya,” pungkas Evita.

Dampak Ekonomi

Advertisement

Evita Nursanty memperingatkan bahwa pencabutan status geopark tersebut bisa mengancam sektor pariwisata nasional dan ekonomi masyarakat lokal.

“Kalau wisatawan berkurang, dampak ekonominya akan terasa, termasuk pada perputaran usaha masyarakat sekitar Danau Toba,” ujarnya.

Menurut data, Danau Toba menarik lebih dari 420 ribu wisatawan mancanegara pada 2024. Malaysia, Singapura, Tiongkok, dan Australia menjadi negara penyumbang terbesar. Tidak hanya itu, investasi sebesar 7,5 juta USD masuk ke kawasan ini sepanjang Januari–September 2024.

Baca Juga : UNESCO Akui Reog Ponorogo sebagai Warisan Budaya Tak Benda dari Indonesia

“Status dari UNESCO ini jadi daya tarik tersendiri. Kalau ini hilang, maka citra Danau Toba di mata wisatawan asing bisa berubah total,” jelas Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini.

Evita juga mengungkapkan bahwa Geopark Kaldera Toba memperoleh Dana Alokasi Khusus sebesar Rp 56,6 miliar pada 2024. Ia mendesak pertanggungjawaban dari pengelola dan pemerintah atas penggunaan anggaran tersebut untuk menjaga status UNESCO.

Advertisement

“Maksimalkan waktu yang ada untuk melakukan perbaikan. Ini menyangkut citra pariwisata Indonesia dan kredibilitas kita dalam pengelolaan konservasi alam,” tegasnya.

Evita menutup pernyataannya dengan harapan agar Danau Toba tetap menjadi destinasi unggulan berkelas dunia, dengan pengelolaan yang sesuai standar internasional. ***

Lanjutkan Membaca
Advertisement