Politik
GERAKAN MORAL: Tanpa Basa-Basi, Aksi Gejayan Memanggil Ribuan Mahasiswa dan Guru Besar Tuntut Jokowi dan Kroni-kroninya Diadili
FAKTUAL INDONESIA: Gerakan moral dari Yogyakarta tanpa basa basi lagi. Ribuan mahasiswa dan juga guru besar turun ke jalan menggelar Aksi Gejayan Memanggil di kawasan pertigaan Kolombo, Jalan Affandi, Jalan Gejayan.
Selain memasang poster besar dengan tulisan Hancurkan dan Adili Jokowi (Presiden Joko Widodo) ribuan demontrans melontarkan 11 tuntutan diantaranya Adili Jokowi dan Kroni-kroninya.
Aksi Gejayan Memanggil ini menyalakan alarm demokrasi untuk para mahasiswa dari seluruh Indonesia untuk bergerak menyikapi penyimpangan-penyimpangan moral demokrasi yang dilakukan para penguasa negara sebelum dan saat kampanye pemilihan umum (Pemilu) khusunya Pemilu Presiden (Pilpres) tahun 2024.
Dalam pantauan media seperti laporan Krjogja.com, menurut Nugroho Prasetyo, salah satupeserta aksi demo tersebut, aksi Gejayan Memanggil merupakan keprihatinan terhadap kondisi demokrasi saat ini.
“Kami melihat bahwa negara sudah tidak baik-baik saja. Seorang penguasa menggunakan berbagai cara untuk mempertahankan kekuasaannya. Demokrasi penguasa ini yang kemudian perlu kita ingatkan. Kami ingin aksi ini berjalan dengan damai, berjalan dengan baik,” tutur Nugroho.
Dia menuturkan bahwa momentum seruan para guru besar sebelumnya juga menjadi sebuah keprihatinan bangsa.
“Karena Guru Besar sangat legitimate. Kami juga mendukung apa yang kemudian Guru Besar kami sampaikan. Sehingga pada akhirnya mahasiswa ingin mengikuti untuk menyalakan alarm demokrasi. Salah satu hal yang kami lakukan adalah mengikuti aksi ini. Dan sekali lagi ini bukan aksi yang ditujukan untuk ricuh tapi aksi yang kita bersama sama membunyikan alarm demokrasi,” ucap Nugroho lagi.
Menurut Nugroho negara sedang tidak baik-baik saja, namun masyarakat tidak merasakan hal itu. Dengan ini masyarakat perlu kembali disadarkan.
“Sayangnya kemarin bahkan ada surat bahwa gang-gang perlu dijaga oleh masyarakat. Seolah mahasiswa ini menjadi musuh masyarakat. Padahal sebetulnya yang kami inginkan adalah sinergi bersama-sama dengan masyarakat. Kami bukan musuh masyarakat, kami bagian juga dari masyarakat. Akhirnya kami semua ini, masyarakat, dosen, aparat dan juga mahasiswa itu justru seolah diadu domba maupun disabung ayamkan. Kami tidak ingin seperti itu,” ujar Nugroho.
Seruan aksi mahasiswa bergerak bersama mengingatkan bahwa proses demokrasi yang berjalan menjadi demokrasi untuk rakyat. Harapannya, pemilu kali ini bisa menjadi gerbang demokrasi yang lebih baik dan tepat.
“Harapannya supaya pemerintah menyadari bahwa kekuasaan, demokrasi dan kedaulatan dikembalikan ke rakyat. Bukan menggunakan kekuasaan untuk kepentingan para penguasa,” tandasnya.
Titik kumpul utama memang ada di bunderan UGM, tapi aksi saat juga dilaksanakan aksi di UII di Jalan Cik Di Tiro. Masa akan bergabung di bunderan UGM selanjutnya long march ke Jalan Gejayan.
“Selama long march ini, kami membawa alat alat-alat masak dan sebagainya untuk bunyi bunyian. Sebagai lambang bunyi alarm demokrasi. Jadi kita bukan hanya mahasiswa yang bergerak, tapi juga ini berbagai elemen multi elemen yang mengingatkan bangsa dan negara,” ucap Nugroho.
11 Tuntutan
Aksi mahasiswa dari berbagai universitas yang berhimpun dalam Jaringan Gugad Demokrasi yang berkumpul di simpang tiga Gejayan untuk turut dalam aksi Gejayan Menanggil, menyuarakan kritik keras pada rezim kekuasaan Presiden Jokowi yang dinilai mengebiri demokrasi.
Sana Ulaily, salah satu koordinator aksi yang juga Ketua BEM UMY, mengatakan bahwa Jaringan Gugat Demokrasi lahir dari kelancungan rezim Jokowi yang hari ini mengebiri sistem demokrasi. Nama yang dipilih merangkum keresahan mendalam yang dirasakan rakyat di bawah rezim Jokowi.
“Kami menyerukan agar setiap lapisan rakyat bersama-sama menghancurkan dan mengadili rezim Jokowi. Nama Jaringan Gugat Demokrasi menjadi representasi tekad kami untuk bukan hanya menjadi saksi ketidakpuasan atas mengebirian sistem demokrasi hari ini, tetapi juga menjadi pemberontak atas rezim Jokowi dan kroni-kroninya. Di balik setiap kata Jaringan Gugat Demokrasi, terdapat panggilan untuk bersatu dan bersama-sama melawan segala bentuk penindasan, pembatasan kebebasan, dan penyalahgunaan kekuasaan,” ungkapnya.
Jaringan Gugat Demokrasi menurut Sana hadir sebagai suara kolektif perlawanan yang mengajak setiap lapisan masyarakat untuk berperan aktif dalam menciptakan masa depan yang demokratis dan adil. Hal tersebut menurut dia bisa tercapai bila menghancurkan dan mengadili rezim Jokowi.
“Hari ini para elit oligarki menggaungkan bahwa kita sedang berada dalam pesta demokrasi dan kontestasi pemilu, mereka mulai menebar berbagai janji untuk menggait hati dan mendapatkan suara rakyat. Tapi benarkah demokrasi yang kita cita-citakan adalah demokrasi borjuis hari ini, di mana hanya partai politik dari kaum pemodal yang kaya raya lah yang bisa maju dalam pemilu, sehingga mempersulit bagi partai-partai alternatif dari rakyat kecil untuk ikut berpartisipasi dalam pemilu,” tandasnya.
Sana mengatakan aksi tersebut bukan mendukung pasangan calon presiden tertentu pada kontestasi pemilu 2024. Mereka justru menilai sistem demokrasi hari ini, siapapun calonnya tetap ditentukan lingkaran oligarki itu sendiri.
“Anies Baswedan yang pada pemilihan Gubernur pada tahun 2017 silam, yang menggunakan politik identitas dan rasisme untuk bisa menang, partai pengusungnya yaitu PKS yang jelas-jelas konservatif dan menolak pengesahan RUU PKS. Paslon nomor dua, Prabowo Subiyanto pelaku penculikan para aktivis yang belum diadili sampai sekarang dan paslonnya Gibran yang menjadi anak haram konstitusi, serta partai pengusungnya yang merupakan kroni-kroni sisa rezim militer orde baru. Begitupun dengan paslon nomor tiga Ganjar Pranowo sosok pemimpin yang merusak lingkungan dengan partai pengusungnya adalah salah satu partai yang mengusulkan dan mengesahkan UU Omnibuslaw dan UU Minerba, yang itu merampas hak buruh dan tani serta merampas ruang hidup dan menghancurkan lingkungan,” tegasnya.
Pada akhirnya mahasiswa menilai, walaupun saat ini para elit oligarki terlihat terpecah dalam berbagai kubu, tapi sejatinya mereka akan terkonsolidasi dalam satu kekuasaan dan akan membagi-bagi porsi kekuasaan serta jabatan. Lagi-lagi mereka dinilai akan mengabaikan tuntutan dan hak rakyat.
“Oleh sebab itu kita tidak bisa lagi untuk mempercayai dan menggantungkan nasip kita kepada penguasa. Dan sudah saatnya kita Bersatu dan membentuk kekuatasn politik alternatif dari gerakan rakyat itu sendiri, dan merebut demokrasi yang seadil-adil nya yaitu demokrasi kerakyatan,” tegasnya.
Berikut tuntutan yang diusung dalam aksi Gejayan Memanggil :
- Revisi UU pemilu dan partai pemilu oleh badan independent
- Adili Jokowi dan kroni-kroninya
- Menuntut permintaan maaf intelektual dan budayawan yang mendukung politik dinasti
- Stop politisi bansos
- Cabut UU Cipta Kerja dan Minerba
- Hentikan operasi militer, tuntaskan pelanggaran HAM dan memberikan hak menentukan nasib sendiri
- Hentikan perampasan tanah
- Hentikan kriminalisasi aktivis lingkungan
- Jalankan pengadilan HAM
- Pendidikan gratis
- Sahkan UU PPRT. ***