Connect with us

Hukum

Sidang Sengketa Tambang Nikel di PN Jakpus Memanas, PT WKM Tuding Ada Mafia Hukum Bermain

Gungdewan

Diterbitkan

pada

Suasana memanas dalam sidang keterangan saksi perkara sengketa patok lahan tambang nikel di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Rabu (8/10/2025)

Suasana memanas dalam sidang keterangan saksi perkara sengketa patok lahan tambang nikel di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Rabu (8/10/2025)

FAKTUAL INDONESIA: Sidang keterangan saksi dalam perkara sengketa patok lahan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Rabu (8/10/2025), dihadiri Perkumpulan Aktivis Maluku Utara dan aksi demontrasi massa di luar kompleks pengadilan, sehingga suasana terasa memanas.

Dalam sidang tersebut PT Wana Kencana Mineral (PT WKM) menegaskan telah memenuhi seluruh kewajiban terhadap negara setiap tahun atas kepemilikan lahan yang kini menjadi objek sengketa hukum.

Pernyataan itu disampaikan Direktur PT WKM, Lee Kahin, saat menjadi saksi dalam sidang kedelapan perkara sengketa patok lahan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Rabu (8/10/2025).

“Kami bayar tiap tahun ke negara. Land rent dan PBB,” ujar Direktur PT WKM, Lee Kahin di hadapan majelis hakim.

Ia menegaskan bahwa lahan tersebut termasuk dalam wilayah izin usaha pertambangan (IUP) milik PT WKM yang diterbitkan secara sah oleh pemerintah.

Advertisement

“Cuma PT WKM yang memiliki IUP di situ. Jadi, tidak boleh ada pihak lain yang mengklaim,” tambahnya.

Sidang perkara yang melibatkan dua pekerja PT WKM tersebut kali ini menghadirkan saksi-saksi dari pihak perusahaan.

Dalam persidangan, muncul sejumlah keterangan penting terkait dugaan pelanggaran prosedur hukum serta hilangnya barang bukti dalam proses penyidikan.

Dirut Bertanggung Jawab

Direktur Utama (Dirut) PT WKM, Eko Wiratmoko, yang memimpin perusahaan sejak 2017, menyatakan bahwa dua pekerjanya—Awwab dan Marcel—tidak bersalah dalam kasus tersebut.

Advertisement

“Kalau menurut saya, Awwab dan Marcel tidak bersalah. Yang salah saya, karena saya yang memerintahkan. Mereka hanya menjalankan perintah, dan yang memasang patok bukan mereka, melainkan Lius dan Manopo,” ujarnya di ruang sidang.

Eko mengaku heran dengan penetapan dua pekerjanya sebagai terdakwa, sementara bukti-bukti yang ia serahkan ke penyidik tidak disertakan dalam berkas perkara.

“Ada bukti-bukti yang saya berikan ke penyidik Bareskrim tapi tidak diserahkan ke jaksa. Kalau begitu, ini sudah termasuk pidana karena menghilangkan barang bukti. Siapa yang hilangkan, jaksa atau penyidik?” kata Eko dengan nada tegas.

Pernyataan tersebut diperkuat oleh anggota tim kuasa hukum PT WKM, Rolas Sitinjak, yang mengatakan sejumlah dokumen penting memang tidak dimasukkan dalam berkas perkara. “Tidak dimasukkan ke berkas,” singkatnya.

Kriminalisasi dan Hilangnya Bukti

Advertisement

Eko Wiratmoko juga menuding adanya upaya kriminalisasi terhadap pihaknya dalam kasus ini. “Jelas ada kriminalisasi,” katanya.

Ia menjelaskan bahwa sebelumnya ia telah melaporkan dugaan pencurian hasil tambang di wilayah konsesi PT WKM kepada Kapolda Maluku, yang kemudian menugaskan Direktorat Kriminal Khusus (Ditkrimsus) untuk menyelidiki kasus tersebut.

“Penyidik sudah menemukan ada tindak pidana, bahkan wilayahnya sudah dipasang police line. Tapi kemudian keluar perintah dari Bareskrim yang menyebut kasus ini bukan pidana, melainkan perdata,” ungkap Eko.

Menurutnya, perubahan status perkara tersebut menjadi aneh karena aktivitas penambangan ilegal dan perusakan hutan tidak bisa dikategorikan sebagai sengketa perdata.

“Orang nyolong nikel di wilayah IUP saya, hutan dirusak tanpa izin kehutanan, kok dibilang perdata?” katanya heran.

Advertisement

Ia juga mengungkapkan adanya dugaan tekanan dari pihak tertentu yang membuat sejumlah penyidik di Maluku Utara justru dinonaktifkan.

“Dirkrimsus yang menegakkan keadilan malah dinonjobkan. Kasihan, padahal dia hanya menjalankan tugas,” tutur Eko.

Peta dan Video Tambang Ilegal

Eko menjelaskan bahwa barang bukti yang hilang mencakup peta citra satelit dari Kementerian Kehutanan, yang menunjukkan kondisi lahan berupa hutan perawan tanpa adanya jalan seperti yang diklaim pihak lawan sengketa, PT Position.

“Itu peta resmi dari pemerintah. Tidak mungkin bohong. Tapi di perkara ini disebut sudah ada jalan, padahal faktanya hutan murni,” ujarnya.

Advertisement

Kuasa hukum PT WKM, Rolas Sitinjak, menambahkan bahwa berdasarkan perjanjian antara pihak terkait, disebutkan adanya kegiatan “upgrading jalan”, padahal di lokasi tersebut tidak ada jalan sama sekali.

“Faktanya virgin forest, hutan rimba semua. Tidak ada jalan,” tegasnya.

Eko juga mengaku telah menyerahkan foto dan video aktivitas dugaan pencurian hasil tambang oleh PT Position di wilayah IUP PT WKM kepada penyidik, namun bukti tersebut tidak digunakan oleh jaksa.

“Saya tidak tahu siapa yang menghilangkan, jaksa atau penyidik,” katanya.

Keprihatinan Aktivis Maluku Utara

Advertisement

Sementara itu, Yohannes Masudede, Koordinator Perkumpulan Aktivis Maluku Utara, menilai aksi massa yang muncul di luar pengadilan bukan berasal dari kelompok masyarakat asli Maluku Utara dan terindikasi merupakan massa suruhan yang dapat merusak wibawa pengadilan.

“Kami melihat aksi itu dilakukan oleh orang-orang suruhan  dari PT Position yang dapat merusak wibawa pengadilan itu sendiri. Kami tidak mengenal mereka, padahal komunitas kami di Jakarta kecil dan saling kenal,” katanya.

Ia menegaskan kehadiran kelompoknya di PN Jakpus murni sebagai bentuk keprihatinan terhadap perusakan lingkungan dan dugaan tambang ilegal di daerah mereka.

“Kami datang karena panggilan hati nurani melihat tanah kelahiran kami dirusak. Kami berharap Presiden Prabowo menindak tegas tambang-tambang ilegal dan mafia tambang di Maluku Utara,” ujar Yohannes.

Sidang kasus sengketa lahan antara PT WKM dan PT Position dijadwalkan akan kembali digelar pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi tambahan. ***

Advertisement

Lanjutkan Membaca
Advertisement