Ekonomi
Kabar Buruk, Sri Mulyani Perkiraan Dunia Resesi di 2023
FAKTUAL-INDONESIA: Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memperkirakan bahwa di tahun 2023, ekonomi dunia akan mengalami resesi. Hal itu disampaikan dalam Konferensi Pers APBN KITA Agustus, Senin (26/9/2022).
“Resesi ini dipicu oleh banyak bank sentral negara di dunia yang secara bersamaan menaikkan suku bunga secara ekstrim. Hal ini kemudian memicu inflasi, yang kemudian membuat dunia pasti mengalami resesi di 2023,” ungkap Sri di Jakarta, dikutip Selasa (27/9/2022).
Sri Mulyani menegaskan kebijakan bank sentral tersebut akan berdampak bagi pertumbuhan ekonomi dunia. Bahkan, negara berkembang pun ikut merasakan efeknya.
“Kenaikan suku bunga bank sentral di negara maju cukup cepat dan ekstrem dan memukul pertumbuhan negara-negara tersebut,” ujarnya.
Baca juga: Indonesia Harus Siap Hadapi Ancaman Krisis Pangan di Tengah Potensi Resesi Global
Dia pun juga memantau Bank Sentral Amerika Serikat (AS) The Fed yang tentunya akan terus menaikkan suku bunga acuan hingga inflasi AS terkendali.
Suku bunga Inggris di 2,25 persen, naik 200 bps selama tahun 2022. Sedangkan AS sudah mencapai 3,25 persen, mereka menaikkan lagi 75 bps. Ini merespon bahwa inflasi 8,3% masih belum acceptable.
Sri juga menjelaskan kenaikan suku bunga juga terjadi di beberapa negara, contohnya Brazil yang menaikkan suku bunga hingga 13,7 persen, naik 450 bps selama 2022, dan suku bunga Indonesia sendiri saat ini berada di level 4,25 persen.
Pada kuartal II-2022, dia melihat pertumbuhan ekonomi China, AS, Jerman dan Inggris sudah mengalami koreksi.
Sri Mulyani melihat kondisi ini kemungkinan akan berlanjut di kuartal III dan sampai akhir tahun. “Prediksi pertumbuhan tahun ini dan tahun depan termasuk resesi mulai muncul,” imbuhnya.
Baca juga: Di Tengah Ancaman Resesi Global, Ekonomi Indonesia Masih Dianggap Baik
Pengetatan suku bunga yang dilakukan negara maju ini, ujar Sri, ditujukan untuk meredakan inflasi di negara mereka, dan kondisi ini diikuti oleh proyeksi pertumbuhan ekonomi global yang terkoreksi ke bawah.
Performa perekonomian global, sebut dia, sudah nampak melemah terlihat dari indikator Purchasing Managers’ Index (PMI) atau indeks manufaktur global yang menurun dari semula 51,1 menjadi 50,3 di Agustus 2022.
“Namun bila dilihat pada negera G20 dan ASEAN-6, hanya sejumlah 24% negara yang aktivitas PMI-nya mengalami akselerasi dan ekspansi atau meningkat dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Sejumlah negara tersebut termasuk Indonesia, Thailand, Filipina, Rusia, Vietnam, dan Arab Saudi,” paparnya.
Sri pun mencatat hanya 32 persen yaitu negara-negara seperti Amerika, Jepang, India, Malaysia, Brazil Australia, Singapura, dan Afrika Selatan yang performa PMI-nya mengalami perlambatan, atau kondisinya turun levelnya dari bulan sebelumnya.
“Dan bahkan 40% negara-negara ini, yaitu Eropa, Jerman, Italia, Inggris, Korsel, Kanada, Meksiko, Spanyol, dan Turki, sekarang PMI sudah masuk kepada level kontraksi. Artinya mayoritas melambat dan kontraktif,” pungkasnya.***