Connect with us

Ekonomi

Indonesia Turun Kelas, Evaluasi Kebijakan Ekonomi secara Fundamental

Gungdewan

Diterbitkan

pada

Pandemi covid-19 jangan dijadikan alasan pembenar turunnya kasta Indonesia menjadi negara menengah ke bawah tapi evaluasi kebijakan ekonomi

Pandemi covid-19 jangan dijadikan alasan pembenar turunnya kasta Indonesia menjadi negara menengah ke bawah tapi evaluasi kebijakan ekonomi

FAKTUALid – Evaluasi kebijakan ekonomi secara fundamental jadi keniscayaan setelah Indonesia turun kasta menjadi negara berpendapatan menengah ke bawah. Pandemi Covid-19 tidak bisa dijadikan pembenaran atas turunnya kasta ekonomi Indonesia berdasarkan penilaian dari Bank Dunia itu.

Kebijakan ekonomi perlu dievaluasi. Demikian disampaikan Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan (Hergun) dalam keterangan persnya, Sabtu (10/7/2021).

Berdasarkan laporan Bank Dunia (World Bank) pada 1 Juli 2021, Indonesia dinyatakan turun kelas menjadi negara berpendapatan menengah ke bawah (lower middle income country) dari sebelumnya berpendapatan menengah atas (upper middle income country) pada 2019.

 “Dalam laporan yang diperbarui setiap 1 Juli itu, penurunan kelas terjadi seiring dengan menurunnya pendapatan nasional bruto (GNI) per kapita pada tahun 2020. Tahun lalu, pendapatan per kapita Indonesia sebesar 3.870 dollar AS, turun dari tahun 2019 yang sebesar 4.050 dollar AS,” katanya.

Menurut Hergun, pandemi Covid-19 tidak bisa dijadikan pembenaran atas turunnya kasta ekonomi Indonesia.

Advertisement

Hanya ada beberapa negara yang turun kasta di tengah pandemi ini, seperti Belize, Iran, Haiti, Samoa, dan Tajikistan.

“Status baru Indonesia sebagai negara berpendapatan menengah ke bawah sudah terlihat sejak akhir 2019 ketika terjadi penurunan pertumbuhan ekonomi,” jelas legislator dapil Jawa Barat IV itu seperti dilansir laman dpr.go.id.

Evaluasi kebijakan ekonomi secara fundamental jadi keniscayaan, seru Hergun. Dalam 4 kuartal berturut-turut mencetak pertumbuhan negatif. Sementara pada 2020 akumulasi pertumbuhan ekonomi terkontraksi sebesar minus 2,07 persen (yoy).

Salah satu penyebab terkontraksinya perekonomian karena melemahnya daya beli masyarakat. Pada 2020, konsumsi rumah tangga terkontraksi sebesar minus 2,63 persen. Bahkan kontraksi tersebut berlanjut hingga ke kuartal I-2021 yang mencatatkan angka minus 2,23 persen. Padahal, komponen konsumsi rumah tangga menyumbang 56,9 persen dari total PDB.

“Melemahnya konsumsi rumah tangga secara eksplisit menggambarkan melonjaknya angka pengangguran dan kemiskinan. Semakin banyak yang menganggur dan jatuh miskin maka tingkat konsumsi rumah tangga akan semakin terpukul,” papar Hergun.

Advertisement

GNI Harus Dinaikkan

Mengutip data BPS, politisi Partai Gerindra itu mengungkapkan, pada kurtal IV-2019 pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya tumbuh 4,97 persen (yoy). Capaian tersebut mengalami penurunan dibanding kuartal III-2019 yang bisa tumbuh sebesar 5,02 persen.

Sepanjang 2019 pertumbuhan ekonomi tercatat hanya tumbuh 5,02 persen, melambat dibanding 2018 yang bisa  tumbuh sebesar 5,17 persen.

Ekonomi makin memburuk ketika memasuki awal 2020. Pada kuartal I-2020 pertumbuhan ekonomi turun  lagi menjadi 2,97 persen.

“Memang pada 2 Maret 2020 sudah diumumkan ada kasus Covid-19 untuk yang pertama kali. Namun, pemberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) baru diberlakukan pada 10 April 2020 di Jakarta. Hal tersebut memperkuat bukti bahwa penurunan ekonomi pada akhir 2019 hingga awal 2020 belum terkait dengan pandemi Covid-19,” tandas Wakil Ketua Fraksi Gerindra ini.

Advertisement

Dia menambahkan, posisi Upper Middle Income yang diduduki Indonesia pada pertengahan 2020 sebenarnya hanya tipis di atas batas syarat Upper Middle Income Country. Dimana, GNI per kapita Indonesia pada 2019 telah naik menjadi 4.050 dollar AS dari posisi tahun sebelumnya sebesar 3.840 dollar AS. Sehingga, ketika mengalami penurunan PDB sedikit saja, maka langsung turun kelas.

“Kesimpulan kami, jika ingin kokoh menyandang status sebagai Upper Middle Income Country, maka GNI per kapita harus dinaikkan secara signifikan jauh di atas batas syarat Upper Middle Income Country,” sambungnya.

Bank Dunia memberi defenisi negara berpenghasilan menengah ke bawah, yaitu negara yang memiliki GNI per kapita antara 1.046 dollar AS dan 4.095 dollar AS. Ketentuan ini juga naik dari patokan sebelumnya yang hanya antara 1.026 dollar AS dan 3.995 dolar AS. ***

Advertisement
Lanjutkan Membaca
Klik Untuk Komentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Advertisement