Nasional
Bukan Hanya Urusan Pria, Bali Juga Memiliki Pecalang Wanita, Ikut Deklarasi Tolak Kehadiran Preman Berkedok Ormas

Pecalang wanita mulai hadir di desa adat Pulau Dewata dan bahkan ikut dalam gelar agung pecalang bersama Majelis Desa Adat (MDA) Bali di Denpasar, Sabtu (17/5/2025), menolak kehadiran preman berbaju organisasi kemasyarakatan atau ormas
FAKTUAL INDONESIA: Mendengar kata Pecalang, satuan keamanan desa adat di Bali, pikiran langsung mengarah pada ini urusan pria. Namun nyatanya Bali sudah memiliki Pecalang Istri (Wanita) yang kini anggotanya baru berjumlah 17 orang. Apa tugasnya?
Bahkan pecalang wanita ini ikut hadir pada gelar agung pecalang bersama Majelis Desa Adat (MDA) Bali di Denpasar, Sabtu (17/5/2025), menolak kehadiran preman berbaju organisasi kemasyarakatan atau ormas.
Acara yang diikuti sekitar 13.000 anggota pecalang di Bali melahirkan deklarasi menolak kehadiran preman berbaju ormas di Pulau Dewata.
Pecalang wanita mulai hadir di desa adat di Bali untuk ikut membantu kelancaran saat upacara keagamaan di pura.
Seperti dikutip dari laman berita antaranews.com, Ketua Pecalang Istri Pura Luhur Batukaru Tabanan Ketut Paryati di Denpasar, Sabtu, mengatakan salah satu kegiatan mereka adalah mengawasi busana pemedek atau pengunjung pura.
“Mengatur masalah pakaian untuk ketertiban di pura, kami fokus dengan pakaian pada waktu sembahyang karena perkembangan zaman jadi kami tertibkan cara-cara berpakaian yang benar untuk ke pura,” kata dia.
Baca Juga : Kolaborasi TNI dan Pecalang Amankan Bali selama Nyepi dan Idul Fitri
Ketut Paryati menyebut saat ini kelompoknya telah berisi 17 wanita, dimana awalnya mereka hadir untuk membantu kelancaran dan turut menjaga keamanan di lingkungan.
Kini apabila pecalang istri menemukan tindakan yang salah dari pengunjung pura di Kabupaten Tabanan, termasuk berbusana tidak sopan maka dapat mereka tangani dengan melaporkan temuan ke instansi terkait.
Ketut Paryati menyampaikan tak ada syarat khusus untuk bergabung menjadi pecalang istri, namun prinsipnya harus menyadari bahwa kerja mereka ngayah atau tulus tanpa imbalan, kecuali diberikan dari uang milik pura yang dilayani.
“Saya harap di semua pura khayangan ada pecalang istri untuk menjaga, apalagi sekarang tren di pura ada kerauhan (kesurupan) dibantu pecalang pria malah kena fitnah,” ujarnya.
Kehadiran pecalang istri ini turut mendapat tanggapan dari Majelis Desa Adat (MDA) Bali yang merespons positif inisiatif mereka terutama Pecalang Istri Pura Luhur Batukaru Tabanan selaku pelopor.
“Karena kalau dalam memeriksa perempuan-perempuan kan harus ada pecalang istri, supaya tidak ada melanggar etika,” kata Ketua MDA Bali Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet.
Ia hanya berpesan ke depan jika semakin banyak yang berminat menjadi pecalang istri atau membentuk kelompok maka memegang prinsip ngayah.
Namun demikian, meski pecalang bekerja ngayah, MDA Bali usai apel gelar agung pecalang itu memastikan akan mendorong pemerintah daerah untuk mengapresiasi kerja pecalang melalui pemberian insentif.
Ia berharap, kepemimpinan jajaran kepala daerah saat ini memberikan perhatian lebih terhadap eksistensi pecalang sebagai garda terdepan dalam menjaga adat dan budaya Bali, termasuk pecalang istri.
Baca Juga : Buat Onar Saat Nyepi, 4 WNA Dicegat Pecalang lalu Diperiksa Imigrasi Bali
Tolak Preman Berkedok Ormas
Sementara itu sekitar 13.000 orang lebih anggota pecalang di Bali mengadakan deklarasi menolak kehadiran preman berbaju organisasi kemasyarakatan atau ormas di Pulau Dewata.
Ketua Majelis Desa Adat Bali Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet di Denpasar, Sabtu, mengatakan deklarasi pecalang ini berawal dari hadirnya ormas dari penduduk luar Bali yang ditolak seluruh persatuan pecalang desa adat.
“Akhir-akhir ini kan ada penolakan preman berkedok ormas, mereka (pecalang) kan sporadis, pribadi-pribadi memvideokan penolakan, jadi atas inisiatif Pasikian Pecalang Bali, mereka menyatukan sikap,” katanya saat deklarasi di Lapangan Niti Mandala Renon, Denpasar.
Ia menegaskan bahwa Bali tidak memerlukan ormas yang berkedok ingin menjaga Bali sebab pecalang sudah menjadi garda terdepan menjaga adat, budaya, tradisi, dan kearifan lokal Bali.
“Pecalang Bali sejak leluhur sudah menjaga Bali, nindihin gumi Bali, pecalang Bali menolak kriminalisme, premanisme dan sikap anarkis yang dilakukan preman berbaju ormas dan berkedok ormas,” ujarnya.
Dalam deklarasi itu terdapat tiga poin utama yang disampaikan, yaitu menolak kehadiran ormas yang berkedok menjaga keamanan, ketertiban dan sosial dengan tindakan premanisme, tindak kekerasan dan intimidasi masyarakat sehingga menimbulkan keresahan dan ketegangan di tengah masyarakat Bali.
Pecalang sepakat mendukung TNI dan Polri dalam penyelenggaraan keamanan dan ketertiban di Bali. Serta poin ketiga, menindak dengan tegas ormas yang melakukan tindakan premanisme dan kriminalisasi yang meresahkan masyarakat.
Baca Juga : Pecalang Berama Jajaran Polresta Denpasar Jaga Rumah Warga Muslim yang Mudik
Penyarikan Utama Pasikian Pecalang Bali Ngurah Pradnyana menambahkan deklarasi belasan ribu pecalang dari 1.500 desa adat se-Provinsi Bali di Lapangan Niti Mandala Renon, Denpasar, ini disiapkan dengan sangat singkat hanya tiga hari.
Kegiatan ini adalah respons dari fenomena kehadiran ormas di Pulau Dewata yang membuat para pecalang di desa adat berbondong-bondong membuat video penolakan, namun bahaya jika menjadi bias dan tidak langsung difasilitasi.
“Mereka sangat antusias, semangat sekali karena apa yang menjadi aspirasi mereka di bawah, yang disampaikan di media-media sosial kita tampung aspirasinya, kita ajak di sini menyampaikan sikap,” kata Ngurah Pradnyana.
Pasikian Pecalang Bali juga berharap ketulusan mereka menjaga Pulau Dewata selama ini mendapat apresiasi dari Pemprov Bali berupa insentif.
Aspirasi ini disambut baik oleh MDA Bali dan menilai kesejahteraan pecalang Bali juga perlu diperhatikan, mengingat selain menjaga desa adat, para pecalang turut terlibat dalam menjaga kegiatan berskala nasional dan internasional di Pulau Dewata. ***