Internasional
Gelombang Panas di China Membuat Sejumlah Pabrik Tutup Sementara
FAKTUAL-INDONESIA: Gelombang panas di China, tepatnya yang terjadi provinsi Sichuan menyebabkan kekurangan listrik. Hal itu membuat pemerintah memaksa beberapa pabrik di daerah itu untuk menghentikan produksi selama enam hari, yang berpotensi menyebabkan penundaan bagi beberapa pabrikan.
Dimana, wilayah tersebut mengalami suhu panas ekstrem sejak Juli lalu. Suhu tersebut melampaui 104 F atau setara 40 derajat celcius selama berhari-hari membuat permintaan AC melonjak dan permintaan listrik meningkat tajam. Peristiwa ini menjadi yang terburuk dalam 60 tahun terakhir.
Sichuan merupakan pusat manufaktur utama dan salah satu provinsi terbesar di China dengan populasi 84 juta orang.
Faktanya, AC telah menjadi sangat populer disana setelah gelombang panas di China muncul. Setelah itu, warganya dilaporkan menggunakan listrik 68 kali lebih banyak untuk pendinginan hari ini daripada yang dilakukan pada tahun 1990, melansir dari Techspot, Senin (22/8/2022).
Baca juga: Pakar PBB: Ada Dugaan Perbudakan Minoritas di Xinjiang, China
Selain itu, Sichuan sangat bergantung pada tenaga air, membuatnya semakin rentan terhadap kekeringan baru-baru ini karena pembangkit listrik tenaga air. waduk bendungan mengering.
Intel adalah salah satu produsen yang terkena dampak penjatahan energi di area tersebut, karena memiliki dua pabrik perakitan dan pengujian di Chengdu, Sichuan.
Seluruh area pabrik tersebut menggunakan sekitar 240 GWh energi tahun lalu (termasuk gas alam dan bahan bakar minyak). Perlu diperhatikan kembali kemungkinan gangguan tersebut juga akan mempengaruhi harga dan ketersediaan produk Intel.
Kekurangan energi juga mempengaruhi pabrik milik perusahaan seperti Toyota, Volkswagen, Texas Instruments, Foxconn, dan raksasa baterai CATL, yang memasok baterai ke banyak produsen EV.
Baca juga: Virus Langya Baru Muncul di China, Sudah Menginfeksi 35 Orang
Menurut Bloomberg, VW mengharapkan hanya sedikit keterlambatan dalam pengiriman ke pelanggan, sementara Foxconn menyebutkan fasilitasnya hanya melihat “dampak terbatas” dari kekeringan.
Dalam berita terkait, Apple berusaha mengurangi ketergantungannya pada China dengan memindahkan beberapa manufakturnya ke negara lain seperti Vietnam dan India.
Selain gelombang panas di China, kekeringan juga melanda wilayah tersebut yang mengurangi jumlah listrik yang dihasilkan dari pembangkit listrik tenaga air, membuat pemerintah memerintahkan untuk menghemat listrik di beberapa kota.
Masalah ini tentu menjadi perhatian, sebab China salah satu negara yang sangat memengaruhi pabrikan otomotif, seperti kondisi Covid-19 yang merebak membuat pabrikan harus menutup pabrik selama beberapa waktu dan menghambat produksi.***