Internasional
Presiden Zelensky Tegaskan Krimea Milik Ukraina dan Tidak Mungkin Diserahkan pada Rusia

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan Krimea – semenanjung selatan Ukraina yang dianeksasi secara ilegal oleh Rusia pada tahun 2014 – adalah milik Ukraina seperti juga Luhansk, Donetsk, Zaporizhzhia dan Kherson yang direbut Rusia lewat penyerbuan tahun 2022
FAKTUAL INDONESIA: Krimea akan menjadi ganjalan besar dalam perundingan damai untuk mengakhiri perang Rusia melawan Ukraina. Pasalnya, Ukraina tetap ngotot menyatakan Krimea sebagai miliknya yang tidak mungkin diserahkan kepada Rusia. Sebaliknya Rusia juga ngotot, Krimea menjadi kekuasaan setelah menganeksasi wilayah itu tahun 2024.
Sebelum Rusia menyerbu Ukraina mulai tahun 2022, konflik sebenarnya sudah dimulai tahun 2014 ketika tentara Rusia memasuki Krimea.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan Krimea – semenanjung selatan Ukraina yang dianeksasi secara ilegal oleh Rusia pada tahun 2014 – adalah milik Ukraina, dengan mengutip konstitusi Ukraina.
Pasal 2 konstitusi mengatakan kedaulatan Ukraina “meluas ke seluruh wilayahnya,” yang “di dalam perbatasannya saat ini tidak dapat dibagi dan diganggu gugat”.
Jadi, menyerahkannya berarti pemimpin Ukraina melanggar konstitusi negaranya.
Pernyataan Zalensky itu untuk menanggapi komentar Amerika Serikat Donald Trump yang dalam wawancara dengan Time, mengatakan Krimea akan tetap bersama Rusia.
Bagi Trump, semenanjung selatan Ukraina “telah hilang bertahun-tahun lalu” dan “bahkan tidak menjadi bagian dari pembahasan” dalam perundingan damai.
Namun, tindakan Zelensky untuk melepaskan Krimea sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Ukraina akan menjadi tindakan yang tidak masuk akal.
“Posisi kami tidak berubah: hanya rakyat Ukraina yang berhak memutuskan wilayah mana yang merupakan wilayah Ukraina,” kata Zelensky kepada wartawan di Kiev.
Zelensky telah berulang kali menolak gagasan untuk mengakui wilayah tersebut sebagai wilayah Tanpa Syarat
Meskipun demikian, Presiden Volodymyr Zelensky mengisyaratkan bahwa Ukraina bersedia membahas konsesi teritorial sebagai bagian dari perundingan damai.
Dia mengatakan Ukraina bersedia untuk “membahas masalah teritorial tetapi hanya gencatan senjata penuh dan tanpa syarat”.
“Gencatan senjata penuh dan tanpa syarat membuka kemungkinan untuk membahas segalanya,” katanya.
“Apa yang dikatakan Presiden Trump benar, dan saya setuju dengannya bahwa saat ini kita tidak memiliki cukup senjata untuk mengembalikan kendali atas semenanjung Krimea,” katanya kepada wartawan di Kiev.
Sebelumnya, pejabat di Kiev mengesampingkan pemberian konsesi teritorial sebagai imbalan atas perdamaian dengan Rusia.
Kantor berita Reuters mengatakan telah melihat dokumen yang menguraikan dua proposal perdamaian terpisah untuk mengakhiri perang Rusia-Ukraina, yang keduanya menyebutkan pengakuan teritorial.
Sejak Rusia mencaplok Krimea pada tahun 2014, dan setelah invasi skala penuhnya delapan tahun kemudian, pasukan Rusia telah mengambil alih sekitar 20% wilayah negara tersebut.
Sejak itu, Rusia telah mengadakan serangkaian referendum di wilayah yang diduduki, yang secara luas dikutuk sebagai pemilu palsu, di mana Moskow mengklaim hingga 99% orang memilih untuk bergabung dengan Rusia.
Berikut rincian wilayah yang berada di bawah kendali Rusia:
- Krimea: Rusia menginvasi semenanjung selatan Krimea pada Februari 2014 sebelum mencaploknya segera setelahnya
- Luhansk dan Donetsk: Dua wilayah timur tersebut membentuk wilayah Donbas, yang telah diperebutkan sejak separatis yang didukung Rusia merebut kendali pada tahun 2014
- Kherson: Rusia menduduki bagian selatan di sebelah selatan sungai Dnieper, yang menyatu dengan Laut Hitam. Pasukan Ukraina membebaskan kota terbesarnya, yang juga disebut Kherson, dalam sebuah kemenangan besar pada tahun 2022
- Zaporizhzhia: Rusia telah menguasai sebagian besar wilayah selatan Zaporizhzhia sejak tahun 2022, dan mencaploknya pada akhir tahun itu
Yuriy Sak, penasihat Kementerian Industri Strategis Ukraina, mengatakan kepada BBC bahwa Rusia tampaknya “lamban” dan memperlakukan proses perundingan damai sebagai “tontonan”.
Ia mengatakan Ukraina berbicara dengan mitra-mitra Eropanya setiap hari, dan ia diyakinkan bahwa mereka akan mendukung negara itu hingga perdamaian tercapai.
Namun ia mengatakan ada hal-hal tertentu yang hanya dapat diberikan AS, jadi “sangat penting untuk menjaga kemitraan strategis”.
Ia menambahkan bahwa Rusia perlu “menunjukkan bukti nyata bahwa mereka berkomitmen pada proses perdamaian ini”.
Pembicaraan langsung besar terakhir antara Rusia dan Ukraina terjadi pada tahun 2022 dan pada akhirnya gagal memberikan dampak besar pada perang.
Pada bulan Oktober tahun itu, Presiden Zelensky melarang pembicaraan dengan Putin, dengan alasan bahwa pembicaraan tersebut akan dieksploitasi oleh Kremlin untuk mendorong separatisme di Ukraina.
Namun, pada tanggal 22 April 2025, ia mengatakan bahwa Ukraina siap untuk “format apa pun” negosiasi dengan Rusia asalkan Rusia benar-benar menghentikan tembakan. ***