Hukum
Menko Kumham Imipas Yusril Mahendra Nyatakan Presiden Prabowo Memaafkan Koruptor Sejalan dengan Konvensi PBB

Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra menyatakan pernyataan Presiden Prabowo Subianto soal tobat koruptor saat bertemu para mahasiswa di Kairo, Mesir, sejalan dengan Konvensi PBB Melawan Korupsi
FAKTUAL INDONESIA: Pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang akan memaafkan koruptor jika mengembalikan uang yang dikorupsi sejalan dengan Konvensi PBB Melawan Korupsi (United Nations Convention Against Corruption/UNCAC) yang telah diratifikasi Indonesia.
Selain itu Pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang akan memaafkan koruptor jika mengembalikan uang yang dikorupsi itu merupakan bagian rencana amnesti dan abolisi.
Menurut Menteri Koordinator (Menko) Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra, rencana Presiden Prabowo itu merupakan salah satu dari strategi pemberantasan korupsi yang menekankan pada pemulihan kerugian negara (asset recovery), sejalan dengan Konvensi PBB Melawan Korupsi (United Nations Convention Against Corruption/UNCAC) yang telah diratifikasi Indonesia.
“Sebenarnya setahun sejak ratifikasi, kita berkewajiban untuk menyesuaikan UU Tipikor kita dengan konvensi tersebut, namun kita terlambat melakukan kewajiban itu dan baru sekarang ingin melakukannya,” ujar Yusril seperti dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.
Baca Juga : Hari HAM Sedunia: Menko Yusril Imbau Tidak Terperangkap Dendam dan Permusuhan Terkait Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu
Dia menyebutkan penekanan upaya pemberantasan korupsi sesuai pengaturan konvensi merupakan upaya pencegahan, pemberantasan korupsi secara efektif, dan pemulihan kerugian negara.
Dalam bagian lain, Yusril mengemukakan, pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang akan memaafkan koruptor jika mengembalikan uang yang dikorupsi merupakan bagian rencana amnesti dan abolisi.
Adapun Presiden mengemukakan bahwa orang yang diduga melalukan korupsi, orang yang dalam proses hukum karena disangka melakukan korupsi, dan orang yang telah divonis karena terbukti melakukan korupsi dapat dimaafkan jika mereka dengan sadar mengembalikan kerugian negara akibat perbuatannya.
Seperti dilansir laman berita antaranews.com, menurut Yusril, pernyataan Presiden itu menjadi gambaran dari perubahan filosofi penghukuman dalam penerapan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional yang akan diberlakukan awal tahun 2026.
Dengan demikian, sambung dia, penghukuman bukan lagi menekankan balas dendam dan efek jera kepada pelaku, tetapi menekankan pada keadilan korektif, restoratif, dan rehabilitatif.
Baca Juga : Ingin Istirahat dari Kepengurusan Partai, Yusril Mundur dari Ketum Bulan Bintang
“Penegakan hukum dalam tindak pidana korupsi haruslah membawa manfaat dan menghasilkan perbaikan ekonomi bangsa dan negara, bukan hanya menekankan pada penghukuman kepada para pelakunya,” katanya.
Ia menilai apabila para pelaku hanya dipenjarakan, tetapi aset hasil korupsi tetap mereka kuasai atau disimpan di luar negeri tanpa dikembalikan kepada negara, maka penegakan hukum seperti itu tidak banyak manfaatnya bagi pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat.
Sementara, lanjut dia, jika uang hasil korupsi mereka kembalikan dan pelakunya dimaafkan, uang tersebut masuk ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk menyejahterakan rakyat.
Dirinya mencontohkan, pelaku korupsi di dunia usaha misalnya, bisa meneruskan usahanya dengan cara yang benar dan tidak mengulangi praktik korupsi.
Dengan begitu, Yusril menyebutkan usaha pelaku tersebut tidak tutup atau bangkrut, negara tetap dapat pajak, tenaga kerja tidak menganggur, pabrik tidak jadi besi tua, dan sebagainya.
Maka dari itu, dia berpendapat penegakan hukum dalam menangani korupsi harus dikaitkan dengan pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat, bukan bertujuan hanya untuk memenjarakan pelakunya.
Presiden Prabowo sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara, kata dia, memiliki kewenangan memberikan amnesti dan abolisi terhadap tindak pidana apa pun, termasuk tindak pidana korupsi, dengan mengedepankan kepentingan bangsa dan negara.
Baca Juga : Yusril Pimpin Tim Prabowo-Gibran Hadapi Sengketa Hasil Pilpres di MK
Sesuai amanat konstitusi, sebelum memberikan amnesti dan abolisi, Presiden akan meminta pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
“Sebagai pembantu presiden, para menteri siap memberikan penjelasan ke DPR jika nanti Presiden telah mengirim surat meminta pertimbangan,” ucap Yusril menegaskan.
Dia mengungkapkan Kementerian Koordinator Kumham Imipas sejak sebulan lalu telah mengoordinasikan rencana pemberian amnesti dan abolisi, termasuk terhadap beberapa kasus korupsi.
Langkah tersebut, menurut Yusril, merupakan bagian dari rencana pemberian amnesti kepada total 44 ribu narapidana, yang sebagian besar merupakan narapidana kasus narkoba, sedangkan khusus untuk narapidana kasus korupsi terdapat beberapa syarat yang sedang dibahas.
Ia menyampaikan beberapa hal yang sedang dikoordinasikan antara lain terkait dengan perhitungan besaran pengembalian kerugian negara yang diduga atau telah terbukti dikorupsi, termasuk pengaturan teknis pelaksanaan dalam pemberian amnesti dan abolisi tersebut.
“Ini perlu koordinasi yang sungguh-sungguh,” tuturnya. ***