Connect with us

Politik

Wacana Pemakzulan Presiden Jokowi Terus Meggelinding, Ketua Umum PBNU dan Moeldoko Angkat Bicara

Gungdewan

Diterbitkan

pada

Ketua Umum PB NU KH Yahya Cholil Staquf dan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko angkat bicaran setelah Pemakzulan Presiden Jokowi  diajukan sejumlah tokoh yang tergabung dalam Petisi 100

Ketua Umum PB NU KH Yahya Cholil Staquf dan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko angkat bicaran setelah Pemakzulan Presiden Jokowi diajukan sejumlah tokoh yang tergabung dalam Petisi 100

FAKTUAL INDONESIA: Wacana pemakzulan Presiden Joko Widodo yang diserukan Petisi 100 terus menggelinding.

Sampai-sampai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Yahya Cholil Staquf dan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko angkat bicara soal pemakzulan Presiden Jokowi.

Pemakzulan Presiden Jokowi  muncul ketika sejumlah tokoh yang tergabung dalam Petisi 100 mendatangi kantor Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md pada 9 Januari lalu.

Mereka mengusulkan pemakzulan Presiden Jokowi dari Pemilu 2024.

Mahfud menanggapi usulan tersebut dengan menjelaskan bahwa pemakzulan presiden membutuhkan proses yang panjang dan memakan waktu lama, karena harus melibatkan DPR dan Mahkamah Konstitusi.

Advertisement

Wacana pemakzulan Presiden Jokowi ini kemudian menuai pro dan kontra dari berbagai pihak, hingga menarik perhatian mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie.

Melalui akun X, Jimly menyebut isu pemakzulan presiden adalah pengalih perhatian karena ada pendukung pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang panik dan takut kalah dalam pemilu.

Dalam waktu satu bulan menjelang pemungutan suara 14 Februari mendatang, dia menilai tidak mungkin dicapai keputusan pemakzulan dari DPR maupun MPR.

“Mari fokus saja sukseskan pemilu,” tutur Jimly.

Sedangkan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH. Yahya Cholil Staquf menyebut tidak ada alasan atau keadaan yang memungkinkan untuk melakukan pemakzulan terhadap Presiden Joko Widodo.

Advertisement

“Lha itu apa lagi? Wong ngak ada urusannya. Wong ndak ada alasan, tidak ada keadaan yang memungkinkan dan seterusnya,” kata Gus Yahya di Kantor PWNU Jatim, Surabaya, Senin.

Gus Yahya pun meminta semua pihak untuk tidak berlarut-larut dalam isu pemakzulan Presiden Jokowi tersebut. Menurutnya, isu tersebut hanya dilontarkan sekenanya oleh kelompok tertentu.

Ia pun mengajak semua pihak untuk lebih memilih memikirkan masa depan bangsa Indonesia.

“Sudahlah. Sebetulnya ini cuma orang bikin isu yang sedapat-nya saja. Mari kita berkonsentrasi pada masa depan bangsa dan negara,” ujarnya.

Sementara itu Moeldoko menegaskan Jokowi fokus menjalankan tugas-tugas selama sembilan bulan sisa masa jabatannya, alih-alih menanggapi isu pemakzulan dirinya.

Advertisement

“Presiden masih sangat concern untuk menyelesaikan tugas-tugasnya yang tinggal beberapa bulan lagi. Ini kita gas habis-habisan, kita gas pol istilahnya, untuk menuntaskan berbagai program pemerintah,” ujar Moeldoko ketika ditemui di Kantor Staf Presiden, Jakarta, Senin.

Moeldoko meminta masyarakat untuk fokus pada penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) demokratis Februari mendatang, bukannya menciptakan agenda nonproduktif, seperti wacana pemakzulan presiden.

Terlebih, menurut dia, pemerintah juga sangat concern mengikuti jalannya pemilu yang baik di Indonesia.

“Jadi jangan membuat suasana (negatif), karena kita sedang fokus pada penyelenggaraan pemilu. Jangan ada agenda-agenda lain yang menurut saya tidak produktif bagi masyarakat dan bagi pemerintah,” ujar Moeldoko.

Tidak Netral di Pemilu

Advertisement

Wacana pemakzulan atau impeachment terhadap Presiden Jokowi yang disuarakan oleh beberapa aktivis pergerakan diyakini bisa terjadi. Pasalnya, keresahan rakyat terhadap sikap Presiden Jokowi yang dinilai berupaya melanggengkan kekuasaannya semakin meluas.

“Kemungkinan hal ini membesar bisa saja terjadi. Di tengah masyarakat, khususnya di kalangan elit dan kelas menengah, kegelisahan ini mulai menjalar,” kata Direktur Eksekutif Lingkar Madani (LIMA) Indonesia, Ray Rangkuti kepada Kantor Berita Politik RMOL sesaat lalu, Senin (15/1/2024).

Ray menyebut, sejumlah tokoh agama dan para tokoh bangsa yang tergabung dalam Gerakan Nurani Bangsa (GNB) menemui Wakil Presiden Republik Indonesia (Wapres RI) KH Maruf Amin di Istana Wakil Presiden, Jalan Merdeka Selatan, Jakarta, pada Kamis kemarin (11/1).

“Ditambah dengan makin meluasnya aksi-aksi mahasiswa yang menolak dinasti politik. Melihat perkembangan ini, nampaknya, hanya butuh waktu dan tiga pemicu maka desakan itu akan makin menguat,” kata aktivis 98 ini.

Pertama, Ray menilai, pemicu yang dimaksud ialah bisa berupa meningkatnya ketidakpuasan masyarakat atas kinerja pemerintah. Meskipun, berkat Bantuan Langsung Tunai (BLT), ketidakpuasan itu masih bisa ditekan oleh pemerintah.

Advertisement

Kedua, lanjut pengamat politik jebolan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini, meningkatnya pandangan ketidaknetralan pemerintah dalam Pilpres 2024 yang dapat menimbulkan delegitimasi terhadap hasil pemilu juga masih menjadi sebuah ancaman terjadinya impeachment Jokowi.

“Ketiga, makin banyak warga yang menghadapi proses hukum akibat sikap kritis mereka. Maka, 3 faktor ini dapat menjadi sebab menguatnya tuntutan pemakzulan,” demikian Ray. ***

Lanjutkan Membaca
Advertisement