Connect with us

Politik

Perpanjangan Masa Jabatan Kades Ditolak GMNI Probolinggo dan Apdesi Paser, Kemunduran Demokrasi

Gungdewan

Diterbitkan

pada

Ilustrasi: Anggota DPR RI Adisatrya Suryo Sulisto saat menerima aspirasi dari Kepala Desa (Kades) dari Kabupaten Banyumas dan Cilacap terkait dengan revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Selasa (17/1/2022)

Ilustrasi: Anggota DPR RI Adisatrya Suryo Sulisto saat menerima aspirasi dari Kepala Desa (Kades) dari Kabupaten Banyumas dan Cilacap terkait dengan revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Selasa (17/1/2022)

FAKTUAL-INDONESIA: Wacana perpanjangan masa jabatan kepala desa (Kades) ternyata ditolak oleh Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur dan Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Kabupaten Paser, Kalimantan Timur (Kaltim).

Baik GMNI Probolinggo maupun Apdesi Paser sepakat menyatakan, perpanjangan masa jabatan Kades merupakan kemunduran demokrasi.

Bahkan dinilai, usulan perpanjangan masa jabatan Kades tidak mendesak dan kesannya tidak membawa kepentingan rakyat.

Seperti dilaporkan antaranews.com, Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, menolak usulan perpanjangan masa jabatan kepala desa (kades) dari enam tahun menjadi sembilan tahun karena merupakan bentuk kemunduran demokrasi.

“Itu merupakan kemunduran demokrasi, bahkan kesannya tidak membawa kepentingan rakyat,” kata Wakil Kepala Bidang Kaderisasi DPC GMNI Probolinggo Binti Nasikhatul Ummatin di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, Rabu.

Advertisement

Menurutnya, isu penambahan masa jabatan kades menjadi sembilan tahun hampir pasti karena semua fraksi di DPR RI mendukung keinginan para kades tersebut.

“Perlawanan terhadap semua fraksi di DPR akan dilakukan oleh DPC GMNI Probolinggo yang menilai penambahan masa jabatan kades itu tidak mendesak,” jelasnya.

Dia menambahkan masa jabatan kades menjadi sembilan tahun merupakan suatu kemunduran demokrasi dan usulan itu tidak mewakili kepentingan rakyat di desa.

“Penambahan masa jabatan kades menjadi sembilan tahun merupakan hal yang tidak masuk akal, karena hal itu hanya sebatas untuk mengurangi persaingan politik. Hal itu juga rawan terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme,” tambahnya.

Hal senada juga disampaikan Wakil Kepala Bidang Organisasi DPC GMNI Probolinggo Khoiri Afandy. Khoiri mengatakan rencana perpanjangan masa jabatan kades akan membuat subur dinasti kades yang cenderung ingin mempertahankan kekuasaan.

Advertisement

“Ada hal lain yang jauh lebih penting, yang harus diperhatikan, misalnya soal kemiskinan, infrastruktur jalan, maupun masalah pengangguran di desa,” ujarnya.

Rencana perpanjangan masa jabatan kades terkesan membuat subur dinasti yang cenderung ingin mempertahankan kekuasaan dan justru berdampak pada semakin rawan terhadap potensi korupsi di desa.

Sebelumnya, para kades se-Indonesia menuntut perpanjangan masa jabatan dari enam tahun menjadi sembilan tahun dengan menggelar aksi damai di Gedung Parlemen MPR/DPR RI Senayan, Jakarta, Selasa (17/1).

Cukup Enam Tahun

Ketua Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Kabupaten Paser, Kaltim, Nasri mengatakan masa jabatan seorang kepala desa (kades) enam tahun dinilai sudah cukup untuk membangun desa.

Advertisement

“Masa jabatan enam tahun Kades sudah cukup, kalau sembilan tahun terlalu lama,” kata Nasri di Tanah Grogot, Kamis.

Dia mengatakan, seperti diketahui saat ini para kades seluruh Indonesia yang tergabung dalam APDESI menggelar demo di Jakarta menuntut DPR RI melakukan revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Nasri menilai, perpanjangan masa jabatan Kades menjadi sembilan tahun adalah sebuah kemunduran demokrasi, karena hal itu sama saja kembali kepada sistem lama yang lebih mengedepankan kepentingan politik kelompok tertentu.

Padahal jika memang kades bekerja dengan baik untuk kesejahteraan masyarakatnya, yang bersangkutan tentu akan dipilih kembali. Menurut pendapatnya soal batasan tiga periode untuk jabatan kades agar dihapus saja.

“Kalau kades itu kerjanya bagus, mau tiga periode, empat periode, atau lima periode, pasti akan dipilih kembali. Sebaliknya jika kinerja kades tidak baik, jangankan tiga periode, setengah periode saja bisa didemo warga,” katanya.

Advertisement

Yang lebih penting, ucapnya, bagaimana kades bisa menyelaraskan program desa dengan visi dan misi kepala daerah, karena hal itu bentuk sinergi program pembangunan yang berbasis desa atau membangun dari pinggiran.

“Desa adalah ujung tombak pembangunan dari bawah yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Kalau ada kades yang tidak sejalan dengan kepala daerah, itu patut dipertanyakan loyalitasnya dalam mendukung pembangunan,” kata Nasri.

Meski demikian berbeda berpendapat dengan mereka yang menuntut perpanjangan masa jabatan kades dari enam ke sembilan tahun, itu adalah hak mereka untuk menyampaikan pendapat.

“Itu sah sah saja dan legal menyuarakan ke DPR RI, karena DPR tempat mengadu. Kita kembalikan ke masyarakat apakah mereka juga setuju dengan jangka waktu yang panjang jabatan karena masyarakat jugalah yang memilih,” ujarnya.

Terus ditambahkannya, mereka selain menuntut perpanjangan masa jabatan juga meminta alokasi dana dari dana desa sebesar tiga persen untuk operasional kades.Selama ini alokasi tiga persen dari dana desa hanya untuk operasional pemerintah desa bukan operasional kades. ***

Advertisement

Lanjutkan Membaca
Advertisement