Connect with us

Nasional

Banyak Program Pendidikan yang Baik Tidak Terdukung Anggaran, Harus Sinkronisasi Aturan Mendikbud

Gungdewan

Diterbitkan

pada

Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf dan Agustina Wilujeng Pramestuti di sela-sela agenda kunjungan kerja Komisi X DPR RI ke Kota Medan, Sumatera Utara

Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf dan Agustina Wilujeng Pramestuti di sela-sela agenda kunjungan kerja Komisi X DPR RI ke Kota Medan, Sumatera Utara

FAKTUAL-INDONESIA: Tim Kunjungan Kerja Panja Perguruan Tinggi Komisi X DPR RI ke Provinsi Sumatera Utara (Sumut) yang dipimpin Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf melakukan diskusi dengan rektor dan jajaran sivitas akademika Universitas Negeri Medan (Unimed) dan beberapa universitas negeri dan swasta lainnya. Diskusi ini guna menyerap masukan dan informasi terkait persoalan perguruan tinggi yang ada di Provinsi Sumut.

“Hari ini kita mendengarkan (masukan) dari perguruan tinggi baik swasta, negeri, maupun politeknik di Kota Medan dan Sumatera Utara. Banyak hal yang terkait dengan masalah kebijakan-kebijakan yang mungkin dirasa masih belum bisa disesuaikan dengan yang ada di daerah, terutama dari sisi kebijakan anggaran, akreditasi, biaya dan lain-lain,” ungkap Dede di Medan, Sumut, Kamis (26/1/2023).

Ia menyatakan, program yang baik sering kali tidak didukung oleh faktor anggaran yang besar dan masih banyak terjadi kendala di lapangan. Di satu sisi, ada beberapa perguruan tinggi yang bisa mengadopsi kebijakan-kebijakan yang baru, tetapi banyak juga kampus-kampus swasta yang belum banyak bisa mengadopsi kebijakan-kebijakan baru tersebut.

“Ini butuh proses dan butuh keberpihakan anggaran. Kita tentu akan mendorong lebih banyak lagi kebijakan yang disesuaikan dengan anggaran yang ada. Jangan sampai kebijakannya terlalu tinggi tetapi anggarannya tidak mencukupi,” kata Dede.

Sementara dalam kesempatan yang sama, Rektor Universitas Negeri Medan (Unimed) Syamsul Gultom menyampaikan bahwa Unimed saat ini memiliki 29.037 mahasiswa, 1058 dosen dan 464 tenaga kependidikan. UNIMED memiliki 82 Program Studi dengan akreditasi 61 persen akreditasi Unggul/A, 33 persen terakreditasi Baik Sekali/B/Baik dan 6 persen prodi baru yang sedang menunggu proses visitasi BAN-PT.

Advertisement

Syamsul menjelaskan, dengan jumlah mahasiswa, dosen dan tenaga kependidikan tersebut, Unimed mau tidak mau harus mengembangkan gedung dan sarana belajar lainnya secara komprehensif. Unimed saat ini sudah selesai membangun gedung kuliah FMIPA empat tower dengan dana PNBP, karena sudah kurang lebih 12 (dua belas) tahun tidak ada bantuan pembangunan gedung sarana belajar dari pemerintah. Padahal, setiap tahunnya semua PTN dan PTS terus berkembang dan menyesuaikan dengan perkembangan zaman.

“Melalui pertemuan yang mulia ini, kami titipkan suara kami dari PTN dan PTS di Provinsi Sumatera Utara, agar ada perhatian yang serius dari pemerintah terutama dalam memberikan bantuan pembangunan gedung kuliah dan sarana prasarana belajar yang memadai. Tidak mungkin mutu dan kualitas proses pembelajaran di kampus tercapai, jika tidak didukung sarana dan prasarana belajar yang lengkap dan memadai, terutama gedung kuliah, gedung laboratorium, dan sarana pendukung belajar lainnya,” ucapnya.

Ia juga menerangkan, setelah selesai membangun empat tower gedung kuliah FMIPA, selanjutnya akan dibangun gedung fasilitas belajar Fakultas Teknik (FT), karena lima tahun lalu FT Unimed memiliki enam Prodi, sedangkan saat ini sudah memiliki 15 (lima belas) Prodi. “Jadi harus segera kita kembangkan, berdasarkan perkembangan jumlah Prodi dan jumlah mahasiswa,” tutup Syamsul.

Sinkronisasi Aturan Baru Mendikbud

Dunia pendidikan bukan dunia yang bisa diubah dalam kurun waktu yang cepat. Dibutuhkan waktu yang cukup untuk mengimplementasikan dan menyinkronisasi sebuah kebijakan baru dengan situasi yang ada di lapangan. Demikian dikatakan Wakil Ketua Komisi X DPR RI Agustina Wilujeng Pramestuti di sela-sela agenda kunjungan kerja Komisi X DPR RI ke Kota Medan, Sumatera Utara.

Advertisement

Agustina mencontohkan, ketika seseorang tengah menyiapkan jurnal-jurnal untuk menjadi guru besar, maka dibutuhkan waktu dua sampai tiga tahun. Ketika persiapannya sudah jadi dan siap diunggah, tetapi sistemnya sudah berubah. Inilah yang saat ini terjadi dan menjadi masalah.

“Oleh karenanya, menurut saya harus ada kebijakan khusus untuk sistem baru yang dilakukan oleh Menteri Pendidikan dan kebudayaan. Saat ini, ada berbagai macam peraturan yang tidak sinkron. Peraturan dosen sebagai pegawai negeri, misalnya, tidak sinkron dengan sistem yang dilaksanakan hari ini, dan itu tidak bisa sehari dua hari kita membetulkannya,” tandasnya.

Ia mengatakan, ada sistem bidang pendidikan baru yang masuk tetapi tidak match dengan berbagai peraturan perundang-undangan yang bukan berasal dari Kemendikbud. “Oleh karenanya harus duduk bersama untuk di match-kan. Mendikbud jangan membikin job baru lagi. Episode yang sudah di di-declare coba di evaluasi kembali,” kata Agustina.

Politisi Fraksi PDI Perjuangan itu menegaskan, dari pertemuan yang dilakukan Tim Panja Perguruan Tinggi Komisi X DPR RI dengan Rektor Universitas Negeri Medan beserta beberapa Rektor Kampus lainnya yang ada di Sumut, terungkap semakin nyata bahwa banyak permasalahan yang tidak terselesaikan dengan baik dan memiliki pola yang sama. Begitu pun dengan universitas lainnya juga mengalami persoalan yang sama, hanya lokasinya saja yang berbeda.

“Menurut saya, keputusan akhir Panja Perguruan Tinggi yang bisa direkomendasikan adalah harus duduk bersama antar pihak yang terkait guna melakukan perubahan beberapa detail, apakah peraturan Mendikbud yang harus menyesuaikan peraturan yang ada atau peraturan yang ada di kementerian lain yang harus disesuaikan dengan peraturan Menteri Pendidikan,” ucapnya.

Advertisement

Sebagai informasi, Panja Perguruan Tinggi telah melakukan pertemuan dengan berbagai universitas yang ada di Medan dan Sumatera Utara yang merepresentasi universitas negeri, swasta maupun perguruan tinggi yang ada di bawahnya.

“Kita berada dalam proses membahas tentang Panja Perguruan Tinggi yang dahulunya disebut Panja Perguruan Tinggi Swasta. Namun, saat itu begitu banyak komplain dan permasalahan yang mencuat di media mengenai penanganan Kemendikbud terhadap Perguruan Tinggi Swasta. Lalu dalam perkembangannya, rupanya permasalahan itu tidak hanya di universitas swasta saja maka kemudian kita merubah namanya menjadi Panja Perguruan Tinggi,” terangnya.  ***

Lanjutkan Membaca
Advertisement