Wisata
Perilaku Menyimpang Wisman di Bali dan Kawah Ijen, Menparekraf Sandiaga Uno: Harus Ditindak Tegas
FAKTUAL-INDONESIA: Tidak bisa ditoleransi dan harus ditindak tegas, dikemukakan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Kabaparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno, menanggapi perilaku menyimpang para wisatawan mancanegara di Bali dan di Kawah Ijen, Jawa Timur.
Memang, kata Menparekraf Sandiaga Uno, Indonesia sangat terbuka menerima kunjungan wisatawan mancanegara namun wisatawan tersebut harus mematuhi peraturan yang berlaku..
Karena itu Menparekraf Sandiaga Uno menegaskan, perilaku wisatawan yang mengganti plat nomor sepeda motornya dengan identitas diri dan tidak mematuhi aturan lalu lintas di Bali serta membakar flare di Kawah Ijen tidak bisa ditoleransi dan harus ditindak tegas
Dalam “The Weekly Brief With Sandi Uno” di Gedung Sapta Pesona, Jakarta, Senin (6/3/2023), Menparekraf menambahkan, terlebih, menyalakan flare sembarangan di destinasi wisata merupakan bentuk pelanggaran dari UU nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam, Hayati, dan Ekosistem.
“Kami sangat terbuka menerima wisatawan mancanegara dan menggelar karpet merah untuk mereka. Tapi mereka harus mematuhi segala peraturan perundang-undangan dan norma yang ada. Kami akan tindak tegas jika mereka melanggar hukum, kami akan memastikan agar wisatawan bisa berkegiatan dengan aman, nyaman, dan menyenangkan,” kata Sandiaga.
Sandiaga menuturkan pihaknya akan mengamplifikasi aturan-aturan yang harus dipatuhi oleh para wisman. Untuk itu, Kemenparekraf sedang bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Bali di bawah koordinasi Kantor Staf Presiden (KSP) untuk meningkatkan sosialisasi kepada wisman agar memahami apa saja kegiatan yang boleh dan tidak boleh mereka lakukan selama berada di Indonesia.
“Untuk mengatasi permasalahan ini kita harus meningkatkan pelaksanaan mekanisme kontrol melalui penegakan hukum. Jadi pengawasan dan juga enforcement dari kepolisian, kami juga berkoordinasi dengan pihak Imigrasi dan lintas kementerian/lembaga serta meningkatkan pengawasan dan penertiban pada peran pelaku usaha kepada wisatawan mancanegara dan menerapkan sanksi sosial,” katanya.
Salah satu langkah nyata yang ditempuh Kemenparekraf, kata Sandiaga, adalah penyiapan surat keputusan (SK) satgas penanganan situasi pengamanan dan penertiban masyarakat di Bali dalam konteks kegiatan wisatawan. “Ini tentunya juga akan berdampak kepada pariwisata yang berkualitas karena wisatawan berkualitas juga akan terganggu dengan tingkah laku wisatawan yang melanggar hukum,” kata Sandiaga.
Sandiaga mengingatkan kepada para pemandu wisata agar bisa bersikap tegas jika ada wisman yang melanggar aturan, norma, dan hukum yang berlaku. “Ke depan tetap kami akan terus lakukan sosialisasi melalui media sosial maupun secara langsung, kami juga akan awasi lebih ketat pengecekan barang bawaan pendaki,” ujar Sandiaga.
Acara ini juga dihadiri oleh pejabat eselon I dan II di lingkungan Kemenparekraf/Baparekraf secara daring maupun luring.
Pariwisata Aman Bencana
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) menyusun pengembangan destinasi pariwisata aman bencana sebagai upaya mitigasi kondisi darurat yang menjadi salah satu prioritas dalam pembangunan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif di Indonesia.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparerkaf/Baparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno saat The Weekly Brief with Sandi Uno di Gedung Sapta Pesona, Jakarta, Senin (6/3/2023) menjelaskan tahun 2022 merupakan tahun yang penuh tantangan tetapi menjadi salah satu tahun titik balik kebangkitan sektor pariwisata pascapandemi.
Ia mengatakan, pandemi telah memberikan pelajaran bahwa sektor pariwisata merupakan sektor yang “dihantui” oleh krisis dan bencana karena sangat mudah dipengaruhi oleh perubahan-perubahan maupun kejadian-kejadian di sekelilingnya. Dan krisis kepariwisataan ini misalnya dapat terjadi karena faktor alam maupun non-alam.
“Kami sebagai regulator terus berupaya dalam menangani krisis tersebut untuk bangkit lebih cepat, pulih lebih kuat. Salah satu strategi yang diusung adalah penguatan dan peningkatan ketahanan (resiliensi) destinasi pariwisata terhadap potensi bencana alam dan non alam, melalui kegiatan mitigasi dan kesiapan bencana dalam lingkup manajemen krisis pariwisata serta sinergi program antar kementerian/lembaga,” ujar Sandiaga.
Upaya meminimalisir dampak bencana serta meningkatkan keamanan dan keselamatan telah dilakukan pada tahun 2022, salah satunya dengan kolaborasi Kemenparekraf dengan Prof. dra. Fatma Lestari, M.Si., Ph.D selaku Kepala Disaster Risk Reduction UI (DRRC UI) dan tim DRRC UI melalui program matching fund Kedaireka dalam kegiatan Pembinaan CHSE dan Kebencanaan untuk menuju Desa Wisata berkelas dunia.
Sebagai bagian dari rangkaian kegiatan yang dilaksanakan adalah proses penilaian kerusakan, kerugian, dan kebutuhan yang dilakukan melalui Pengkajian Kebutuhan Pasca Bencana atau Post Disaster Need Assessment (PDNA) yang mengkaji akibat bencana, dampak bencana, dan kebutuhan pemulihan pascabencana.
“Pengkajian Kebutuhan Pasca-Bencana merupakan instrumen pemerintah dan para pemangku kepentingan untuk menyusun kebijakan, program, dan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi yang berlandaskan pada informasi yang akurat dari para pihak yang terdampak bencana, dalam bentuk dokumen rencana aksi,” kata Menparekraf Sandiaga.
Melalui kegiatan ini, dihasilkan konsep alat ukur dan profil resiliensi objek dan destinasi wisata. Alat ukur dan profil resiliensi ini dapat digunakan untuk untuk menilai dan menggambarkan tingkat resiliensi pada kelompok sasaran tertentu. Kegiatan ini merupakan kolaborasi Kemenparekraf dengan salah satu diaspora Indonesia yang bekerja sebagai Professor di Kobe University, Mizan BF Bisri, PhD, serta Tim Cerdas Antisipasi Risiko Bencana (Cari!)
Alat ukur dan profil resiliensi destinasi diadaptasi melalui metode resilience radar dan pada blue guide to coastal resilience untuk sektor pariwisata dengan sudut pandang pada risiko atau berdasarkan banyaknya catatan atau pengalaman kejadian bencana.
Pada tahap selanjutnya, hasil olahan alat ukur dan profil resiliensi dapat memberikan gambaran ketahanan destinasi pariwisata dan dapat menjadi salah satu dasar untuk membentuk indeks resiliensi destinasi pariwisata. Hasil kegiatan ini dapat menjadi acuan untuk mengukur dan menjamin standar capaian ketangguhan destinasi wisata, yang sejalan dengan konteks lokal maupun nasional.
Turut hadir secara offline dalam kesempatan tersebut Direktur Tata Kelola Destinasi Kemenparekraf/Baparekraf, Indra Ni Tua, dan Plt. Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur/Staf Ahli Menparekraf Bidang Pembangunan Berkelanjutan dan Konservasi, Frans Teguh, serta sejumlah jajaran eselon I dan II di lingkungan Kemenparekraf baik secara online maupun offline. ***