Hukum
Korupsi Kegiatan Pengadaan Bahan dan Perlengkapan Budidaya Domba/Kambing : Kejari Bekasi Diminta Cari Pelaku yang Sesungguhnya

Ilustrasi kasus korupsi bansos kambing yang dinilai lamban dan salah tangkap tersangka. (ist)
FAKTUAL-INDONESIA : Sampai saat ini pemeriksaan saksi-saksi atas kasus dugaan adanya kerugian Negara pada Pelaksanaan Kegiatan Penyediaan Barang dan Jasa Pengadaan Bahan dan Perlengkapan Budidaya Kambing/Domba Tahun Anggaran 2021 di Dinas Ketahanan Pangan Pertanian dan Perikanan Kota Bekasi masih berjalan.
Kejaksaan Negeri Kota Bekasi (Kejari) dinilai lamban dalam menyingkap kasus ini dan diminta untuk mencari pelaku yang sesungguhnya dan bukan asal tangkap.
Kejari Bekasi sudah menetapkan WR sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan AMN selaku Direktur CV. Karya Imanuel Utama sebagai tersangka dugaan korupsi pada “Kegiatan Pengadaan Bahan dan Perlengkapan Budidaya Domba/Kambing pada 3 Januari 2023 lalu.
Total anggaran pengadaan itu sebesar Rp 4.301.220.000 dan bersumber dari Anggaran APBD Tahun 2021. WR dan AMN diduga telah merugikan keuangan Negara sebesar Rp 1.118.987.000.
Penasehat Hukum (PH) tersangka Wadi Rimal (WR) dari LBH Firma Aura Keadilan, Fery Lumban Gaol, SH. MH menilai bahwa Kejari Bekasi sangat lamban dalam menetapkan kesimpulan terhadap kasus ini.
“Sangat prihatin melihat kinerja para penyidik yang diturunkan dalam kasus ini, terkesan lambat untuk menetapkan kesimpulan”, ungkap Fery Lumban Gaol SH, MH.
Selain itu, Fery juga menghimbau kepada Kejari Bekasi agar membebaskan dari segala tuduhan dan sangkaan. “Carilah Pelaku yang sesungguhnya dan kami dapat memberi bantuan informasi agar pelakunya utama terungkap,” tandas mantan pejabat aparatur sipil negara (ASN) tersebut.
Sebagai mantan pejabat ASN, Fery mengaku memahami seluk-beluk bagaimana sebuah proyek pekerjaan itu berjalan. Karena itulah dia menilai bahwa dalam kasus ini, tersangka WR tidak bersalah.
Tuduhan yang dipaksakan
Penasehat Hukum WR juga heran dan tidak habis pikir atas ditetapkannya PPK Ir Wadi Rimal, MM dalam Kasus ini.
“Tuduhan terhadap PPK memperkaya orang lain atau Corporate adalah sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 ayat (1) huruf b UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP unsur pasal yang dituduhkan untuk klien kami ini adalah Pasal yang dipaksakan. Karena dasar memperkaya orang lain tidak ada relevansinya dan sulit dibuktikan dalam kasus ini,” terang Fery.
Alasannya kata Fery, bahwa proses peluncuran kegiatan Pengadaan Bahan dan Perlengkapan Budidaya Kambing Tahun Anggaran 2021 sudah cukup transparan.
“Hal itu dapat dilihat sejak Proses Lelang yang dilaksanakan oleh Pokja E. Tidak pernah diintervensi oleh PPK. Dan harga Bibit Kambing, masih harga yang wajar sesuai yang disampaikan Dinas Teknis Ketahanan Pangan, Pertanian dan Perikanan. Dan harga tersebut sudah melalui Survey,” ujarnya.
Lanjut Fery, saat proses lelang, Pokja E menggunakan sistem lelang 1 File dengan pemenang penawar terendah. Namun, dari 34 peserta yang ikut lelang, Pokja E malah memenangkan peserta Lelang dengan penawaran tertinggi.
“Belum diketahui apa alasan Pokja E memenangkan peserta dengan harga tertinggi,” ucapnya.
Menurut Fery, perbuatan Pokja E inilah seharusnya pintu masuk Penyidik memulai menggelar kasus. Jangan ujuk-ujuk yang ditahan PPK.
“Proses Penyidikan dengan metode Siabidiba yang pernah kami pelajari ketika menjadi siswa Peserta Diklat Penyidik di Mega Mendung sangat berbeda dengan fakta yang dilakukan oleh Penyidik Kejaksaan Negeri Kota Bekasi. Siapa, Bilamana, Dimana, Bagaimana PPK (Ir.Wadirimal, MM) ditetapkan menjadi Tersangka dengan sangkaan Pasal 2 dengan tuduhan PPK merugikan Negara kurang lebih Rp1,1 miliar,” kata Fery.
Bila dilihat dari prosesnya, menurut Fery, Pokja E lah yang seharusnya bertanggung jawab bilamana terjadinya korupsi dan Pokja E seharusnya dimintai keterangan oleh penyidik.
Alasannya, Pertama Pokja E menetapkan pemenang dengan tawaran tertinggi, disini sudah terlihat ada indikasi membuka ruang diduga adanya kolusi.
Kedua, ada informasi diduga Pokja E survey harga berangkat bersama calon Pemenang menuju Solo Pasar Hewan. “Kami sudah mengantongi bukti-bukti yang kuat,” ujarnya.
Ketiga, Dinas Teknis sudah melakukan Survey bahwa Bibit Unggul untuk dijadikan hewan pengembang biak adalah dengan harga yang sudah wajar oleh Dinas Teknis, maka dijadikanlah Harga Prakiraan Sendiri (HPS).
“Bila harga Kambing dibeli oleh Penyedia dibawah harga HPS, maka itu bukan Kambing untuk dijadikan Bibit ternak melainkan kambing untuk dijadikan Sate atau untuk dipotong,”sindir Fery.
Dikatakan Fery, pada Proses Lelang peran Intelijen sebenarnya sangat dibutuhkan untuk mengetahui proses lelangnya.
“Indikasinya, pemenang lelang sudah ditetapkan sebelum dilaksanakan lelang secara terbuka, mengingat kepergian Pokja E bersama Penyedia ke Solo.
Dan Penyedia tidak membeli Bibit Kambing dari hasil survey Dinas Teknis yang sudah lebih memahami Tentang Bibit Kambing. Selain itu, jarak Kota Bekasi dengan Pasar Hewan Jonggol, Ciulengsih Bogor cukup dekat,” jelas Fery.
Ditambahkan Fery, ranah pembelian adalah Penyedia bukan tugas pokok dan fungsi PPK, itu merupakan hak Penyedia yang penting sesuai Specifikasi.
“Dalam hal penentuan pembelian barang yang dilakukan oleh Penyedia, PPK tidak dapat dijadikan alasan Tersangka, bila ditemukan Mark UP harga per-ekor itu merupakan perbuatan Penyedia,” imbuhnya.
Kata Fery, perlu diketahui, pelaksanaan Kegiatan Pengadaan bahan dan perlengkapan budidaya Kambing ini, PPK tidak berjalan sendiri. Ada Pejabat Pelaksana Teknis, Pengguna Anggaran, Pelaksana Administrasi dan juga Pelaksana Teknis.
“Maka sangat mengherankan bila Penyidik hanya menjadikan (PPK) klien kami satu satunya tersangka dari pihak Pemkot Bekasi. Karena sejak awal perencanaan kegiatan ini susah tidak benar, dimana kegiatan ini sebenarnya tidak pernah dirancang oleh Bapeda. Kuat dugaan hasil pemaksaan dari mantan Wali Kota yang kini mendekam ditahanan Suka Miskin,” tandasnya.
Fery juga menyinggung Pasal 51 ayat 1 KUHP yang berbunyi : “Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana”.
Sementara ayat 2 pasal yang sama menyatakan, “Perintah jabatan tanpa wewenang, tidak menyebabkan hapusnya pidana, kecuali jika yang diperintah, dengan itikad baik mengira bahwa perintah diberikan dengan wewenang dan pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan pekerjaannya”.
Fery menilai dengan pasal tersebut, seharusnya WR tidak bisa dijadikan tersangka.
Tidak adil bagi ASN
Penahanan terhadap tersangka WR sebagai ASN menurut Fery sangat tidak adil. “Bila begini pola – pola negara ini menahan para ASN ini sangat tidak adil dan saya kira ASN akan memilih keluar dari Status ASN atau memilih menjadi Staf yang tanpa beban,” tandas Fery.
Ferry selanjutnya mengatakan teori merumuskan Perbuatan unsur Melawan hukum atau Tindak Pidana yang diterapkan kepada WR tidak dapat dipahami, karena Jabatan PPK adalah kewenangan yang mempunyai legal atanding.
“Penetapan HPS adalah kewenangan yang berdasar hukum dan pelaksanaannya sudah berdasar SOP serta harga untuk Bibit Ternak adalah sebagaimana yang ditetapkan dalam RKA, kemudian WR sama sekali tidak pernah berhubungan dengan Pemilik Kambing bahkan kenal kepada Tersangka AMN sebatas kegiatan apalagi tidak ada aliran uang yang mengalir kekantong pribadi WR,” urai Fery.
Makanya, kata dia, hasil penyelidikan maupun hasil penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik apalagi menetapkan Wadi Rimal menjadi tersangka tidak profesional.
“Saya sebagai PH untuk WR mengingatkan agar Kejaksaan cq Penyidik harus memahami lebih jauh Pasal yang disangkakan dan dikaji ulang, agar antara Pasal dan Perbuatan dapat singkron.
Buktikan rumusan PPK Memperkaya Orang lain, Corporate, dan cari tahu kepastian apakah PPK WR pernah mendapat uang atau hadiah dari siapapun yang terkait Kegiatan Pengadaan Bibit Kambing dan Domba tersebut sehingga dapat mempengaruhi kualitas kegiatan, dan bilamana terbukti baru dapat disebut telah terjadi Periatiwa Pidana delik Material,” lanjut dia.
“Jangan main labrak ketentuan formal, jangan bersifat subjektif dalam memeriksa, ingat hira – hira Kejaksaan adalah Pro Justitia ( Demi Keadilan ) saya meminta para Jaksa Kembalilah ke jalan yang benar karena Negeri ini adalah ditetapkan sebagai Negara Hukum bertindaklah demi hukum,” tutup Fery.
Alasan Penahanan
Sementara itu, Ai adik tersangka WR mempertanyakan alasan penahanan WR. “Kakak saya ditahan sejak 3 Januari. Setahu saya alasan penahanan itu dilakukan agar tersangka tidak melarikan diri dan tidak menghilangkan barang bukti untuk kepentingan penyelidikan. Ini sangat tidak adil bagi kakak saya. Pertama, dia bukan pelaku korupsi, kedua kakak saya sudah pensiun dan sakit-sakitan juga, mau lari kemana?” kata Ai.
Mantan wartawati Harian Pos Kota ini merasa Kejari Bekasi tidak adil menahan orang yang tidak bersalah. Sementara penyelidikan berjalan lamban sehingga merugikan kakaknya yang tidak bersalah.
Saat ini penahanan WR sudah diperpanjang, Ai berharap Kejari Bekasi menangkap pelaku yang sesungguhnya dan jangan mengkambinghitamkan kakaknya.***