Hukum
Tersangka IEW, mantan Dirut Percetakan Negara Diperiksa KPK
FAKTUAL-INDONESIA: Tersangka Isnu Edhi Wijaya (IEW), mantan Direktur Utama (Dirut) Perum Percetakan Negara RI (PNRI), diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal aliran uang dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan KTP-elektronik/KTP-el.
KPK memeriksa Isnu di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (1/12/2021).
“Tim penyidik telah memeriksa tersangka IEW, hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait dengan dugaan aliran uang dan posisi tersangka IEW sebagai ‘leader’ dari konsorsium dalam pengadaan KTP-elektronik,” kata Plt juru bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (2/12/2021).
Usai diperiksa, KPK belum menahan Isnu yang telah diumumkan sebagai tersangka pada 13 Agustus 2019 tersebut.”Untuk yang bersangkutan belum dilakukan penahanan dan saat ini, tim penyidik masih melengkapi berkas perkara dengan menelurusi aliran dana ke beberapa pihak terkait lainnya,” ujar Ali.
Dalam proyek KTP-el, seperti dikutip dari antaranews.com, tersangka Isnu juga merupakan Ketua Konsorsium PNRI yang terdiri dari Perum PNRI, PT Sucofindo, PT LEN, PT Quadra Solution, dan PT Sandipala Arthaputra.
Isnu bersama tiga orang lainnya pada 13 Agustus 2019 telah diumumkan sebagai tersangka baru dalam pengembangan kasus korupsi KTP-el.
Tiga tersangka lainnya, yakni mantan Staf Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Husni Fahmi (HSF), Anggota DPR 2014-2019 Miriam S Hariyani (MSH), dan Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra Paulus Tannos (PLS).
Empat orang itu disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Peran dari tersangka Isnu sebagaimana konstruksi perkara yang disebut KPK bahwa pada Februari 2011 setelah ada kepastian akan dibentuknya beberapa konsorsium untuk mengikuti lelang KTP-el, pengusaha Andi Agustinus dan tersangka Isnu menemui mantan pejabat Kemendagri Irman dan Sugiharto agar salah satu dari konsorsium dapat memenangkan proyek KTP-el.
Atas permintaan tersebut, Irman menyetujui dan meminta komitmen pemberian uang kepada anggota DPR RI. Kemudian tersangka Isnu, tersangka Paulus, dan perwakilan vendor-vendor lainnya membentuk konsorsium PNRI.
Selanjutnya, pemimpin konsorsium disepakati berasal dari BUMN, yaitu PNRI agar mudah diatur karena dipersiapkan sebagai konsorsium yang akan memenangkan lelang pekerjaan penerapan KTP-el.
Pada pertemuan selanjutnya, mantan Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana menyampaikan bahwa PT Quadra Solution bersedia untuk bergabung di konsorsium PNRI.
Andi Agustinus, Paulus, dan Isnu menyampaikan apabila ingin bergabung dengan konsorsium PNRI maka ada komitmen “fee” untuk pihak di DPR, Kemendagri, dan pihak lain.
Tersangka Isnu juga sempat menemui tersangka Husni untuk konsultasi masalah teknologi dikarenakan BPPT sebelumnya melakukan uji petik KTP-el pada 2009.
Tersangka Isnu bersama konsorsium PNRI mengajukan penawaran paket pengerjaan dengan nilai kurang lebih Rp5,8 triliun. Pada 30 Juni 2011, konsorsium PNRI dimenangkan sebagai pelaksana pekerjaan penerapan KTP-el Tahun Anggaran 2011-2012.
Sebagaimana telah muncul di fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto, manajemen bersama konsorsium PNRI diperkaya Rp137,98 miliar dan Perum PNRI diperkaya Rp107,71 miliar terkait proyek KTP-el itu.***