Connect with us

Hukum

Oknum Perawat Jadi Tersangka Kasus Tabung Suntik Kosong

Avatar

Diterbitkan

pada

Foto: antaranews.com

FAKTUALid – Penyidik Polres Metro Jakarta Utara menetapkan oknum perawat berinisial EO menjadi tersangka kasus penggunaan tabung suntik (spuit) kosong saat penyuntikan dosis vaksin COVID-19 di salah satu sekolah swasta di kawasan Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, Jumat (6/8/2021)..

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Yusri Yunus mengatakan kasus yang berawal dari perbincangan warganet di media sosial Twitter itu sementara penyebabnya adalah kelalaian oknum perawat tersebut, namun pihak berwajib masih mendalami apakah ada motif lain dari kasus ini.

“Dia (tersangka) merasa memang lalai dia, tidak memeriksa lagi (spuit) yang digunakan ada isinya atau tidak), seharusnya kan saat diambil harus diperiksa dulu. Itu yang dia sampaikan. Tapi kami masih mendalami terus,” ujar Yusri saat konferensi pers di Markas Polres Metro Jakarta Utara, Selasa (10/8/2021)..

Dalam konferensi pers tersebut, tersangka sembari menangis mengakui kelalaiannya dalam menjalankan tugas.

Yusri mengatakan kendati tersangka mengakui kelalaiannya itu, namun polisi tetap mendalami sejumlah keterangan dari pihak lainnya, termasuk keterangan ahli, apakah terdapat motif lain dari tersangka melakukan perbuatan tersebut.

Advertisement

Yusri Yunus menuturkan tersangka EO yang viral melalui media sosial terancam pidana setahun kurungan penjara.

Yusri mengatakan vaksinasi dalam video yang beredar di media sosial terjadi di salah satu sekolah swasta di kawasan Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, Jumat (6/8).

“Kami telah lakukan pendalaman terhadap kasus ini. Tersangka mengakui suntikan kepada seseorang BLP kosong saat itu. Proses penyuntikannya divideokan ibu BLP dan bereda viral di media sosial,” kata Yusri saat merilis kasus viral vaksinasi kosong di Polres Metro Jakarta Utara, Selasa.
​​
Tersangka EO  dikenakan Pasal 14 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1998 Tentang Wabah Penyakit Menular.

Berbekal barang bukti berupa vial vaksinasi dan peralatan medis lainnya, Yusri memastikan tersangka berprofesi sebagai perawat di salah satu klinik.
​​​​​
EO meluangkan waktu libur untuk menjadi relawan vaksinator di sekolah itu sesuai permintaan yayasan sekolah.

“EO memiliki klasifikasi sebagai perawat dan relawan vaksinator. Tetapi yang namanya negara hukum, apapun kesalahan ada aturan mengatur. Kasus ini masih kami kembangkan,” jelasnya.

Advertisement

Di hadapan awak media, tersangka EO mengungkapkan permintaan maaf kepada BLP, keluarga, dan masyarakat Indonesia.

Ia mengaku tidak sengaja dan lalai karena hari itu menyuntikkan vaksin kepada 599 orang, dan dia akan menghadapi segala proses hukum yang menjerat dirinya.

“Saya minta maaf kepada keluarga dan BLP yang sudah vaksin. Saya tidak ada niat. Saya hanya membantu sebagai relawan memberikan vaksin. Maaf kepada masyarakat Indonesia atas kejadian ini. Saya akan mengikuti segala proses ke depan. Di hari itu saya menyuntikkan vaksin kepada 599 orang,” tutupnya.

Sementara itu, menurut Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jakarta Utara Maryanto, penyelidikan perlu dilakukan oleh pihak kepolisian untuk mengungkap kejadian sebenarnya dari video penyuntikan yang diklaim terjadi di salah satu tempat vaksinasi kawasan Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara pada Jumat (6/8) lalu.

“Video itu bisa saja multitafsir, kita tidak bisa menduga-duga. Tapi pada prinsipnya, kami (DPD) PPNI Jakarta Utara siap bekerja sama dengan Polres Metro Jakarta Utara dalam menyelidiki kasus ini,” ujar Maryanto di Jakarta Utara, Senin.

Advertisement

Maryanto mengatakan kasus ini perlu penyelidikan dan pengembangan yang mendalam serta komprehensif, termasuk juga memeriksa pasien, pembuat, dan penyebar videonya.
​​
Kendati, menurut dia, proses hukum terhadap tetap harus dilakukan, dengan mengedepankan asas Lex Specialis Derogat Legi Generali. Yakni, asas penafsiran hukum yang menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum.

Hukum yang dimaksud merujuk pada Undang-Undang (UU) Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan, dan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan.

“Kalau memang hasil penyelidikan kasus terbukti terdakwa seorang perawat maka tidak semata-mata menggunakan pasal Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tapi pakai asas Lex Specialis Derogat Legi Generali,” ujar Maryanto dilansir antaranews.com.

Merujuk pada kedua hukum tersebut, ia menjelaskan bahwa seorang perawat harus mengantongi Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik Perawat (SIPP) sebelum menjalankan tugasnya.

Kedua surat itu tidak bisa didapatkan dari pendidikan sarjana keperawatan saja, tapi perlu juga mengikuti serangkaian uji kompetensi lainnya hingga dinyatakan lulus. ***

Advertisement

Lanjutkan Membaca
Klik Untuk Komentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Advertisement