Hiburan
Band Wali Rilis Lagu Berbahasa Sunda ‘Kumaha Aing’
FAKTUAL-INDONESIA : Lama tak merilis album baru, kini di awal tahun 2023 Band Wali mengumumkan album anyar mereka. Empat personel Wali yaitu Apoy, Faank, Tomi, dan Ovie merilis lagu terbaru berjudul “Kumaha Aing”, yang seluruh liriknya berbahasa Sunda.
Lagu ini benar-benar mewakili masyarakat Sunda. “Kumaha Aing” sendiri memiliki makna “bagaimana aku” atau bahasa gaulnya “terserah gue”. Tidak saja lirik yang bebahasa Sunda, di lagu ini Wali pun memasukkan instumen khas Sunda, suling dan kendang jaipongan.
“Dari awal memang kita sudah pengin bikin lagu dengan lirik begini. Karena ini tantangan juga buat kami, Wali bisa enggak menyanyikan lagu yang agak primordial sedikit. Kita bangun dengan lirik berbahasa Sunda,” kata Apoy, pencipta lagu “Kumaha Aing” saat menggelar jumpa pers di kantor Nagaswara di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (28/1/2023).
“Kebetulan saya orang Sunda, Faank orang Sunda. Jadi, apa salahnya kalau kita harus coba membuat lirik yang tidak pernah kita buat sebelumnya di karya-karya Wali,” kata Apoy melanjutkan.
Membuat karya dengan bahasa Sunda baru kali ini dilakukan band pemilik hist “Tobat Maksiat” ini.
Wali ingin ikut meramaikan khazanah bahasa daerah yang menjadi dasar bahasa Indonesia. Selain itu, tentu saja ada pesan moril yang ingin mereka bagi di lirik lagu tersebut.
“Kan lagu-lagu dengan lirik berbahasa Jawa sudah, kenapa kita enggak nambah khazanah kita buat memperkaya budaya nusantara? Yang Jawa sudah, sekarang giliran Wali yang Sunda. Nanti Sumatra Barat, Kalimantan, Sulawesi, dan akhirnya ini mengkerucut kepada kecintaan kita kepada nusantara, Indonesia, NKRI jadi dihadirkan,” imbuh Apoy.
“Selain ada pesan budaya, ada juga pesan moril. Itu ada dua poin yang kita mau sampaikan kepada para pengemar Wali dan masyarakat,” lanjut Apoy lebih jauh.
Selain ingin memberikan khazanah tentang bahasa daerah, lagu “Kumaha Aing” juga memiliki pesan yang tak main-main. Lagu ini sebagai bentuk penolakan terhadap “arogansi” kita dan kehidupan. Seolah-olah kita menjadi superior, seolah-olah yang benar hanya kita.
“Sehingga kita harus hati-hati, jangan sampai akhirnya diksi itu melekat dalam kehidupan pribadi dan akhirnya menjadi sebuah habit atau kebiasaan. Dan ini juga menjadi reminder buat kita, sekaligus reminder lebih besar yang harus kita ingat bahwa kita tidak hidup abadi. Bisa jadi akhirnya kekuasaan, kehebatan, superioritas yang kita punya tidak akan abadi, ujung-ujungnya kita kan masuk satu kali dua meter juga alias kuburan,” tutur Apoy.
Sebelumnya, mendiang Didi Kempot memperkenalkan Bahasa Jawa lewat campur sari. Kemudian penyanyi cilik Farel Prayoga turut mempopulerkan lagu-lagu Bahasa Jawa.***