Connect with us

Ekonomi

Perbankan akan Menjadi Ujung Tombak Implementasi PP Nomor 8 Tahun 2025 tentang DHE SDA

Gungdewan

Diterbitkan

pada

Perbankan akan Menjadi Ujung Tombak Implementasi PP Nomor 8 Tahun 2025 tentang DHE SDA

Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso (kiri) dan Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan dan Pengembangan Usaha Badan Usaha Milik Negara Kemenko Perekonomian Ferry Irawan dalam kegiatan Sosialisasi PP Nomor 8 Tahun 2025 yang digelar secara hybrid, Senin (24/2/2025). (Kemenko Perekonomian)

FAKTUAL INDONESIA: Pelaksanaan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2025 yang mengatur kewajiban penyimpanan devisa hasil ekspor sumber daya alam (DHE SDA di dalam negeri seharusnya cukup familiar bagi semua pihak.

Pasalnya, PP Nomor 8 Tahun 2025 hanya merupakan perubahan dari beberapa aturan sebelumnya dengan perubahan beberapa pokok utama.

Demikian dikemukakan Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso dalam kegiatan Sosialisasi PP Nomor 8 Tahun 2025 kepada sektor perbankan yang digelar secara hybrid, Senin (24/2/2025).

Sosialiasi terkait PP Nomor 8 Tahun 2025 akan terus dilakukan sampai hari Jumat mendatang dengan mengundang asosiasi para pelaku usaha migas dan nonmigas.

Menurut Sesmenko Susiwijono PP Nomor 8 Tahun 2025 bukan merupakan kebijakan yang sepenuhnya baru karena kebijakan terkait DHE SDA telah dimulai sejak tahun 2011, diperbarui di tahun 2019, dan kemudian disempurnakan melalui PP Nomor 36 Tahun 2023.

Advertisement

Baca Juga : FGD Implementasi Permen Pora 6 Tahun 2024, Ferry Kono: Peran LPDUK Menjadi Sangat Vital dalam pengelolaan PNBP Keolahragaan

“Dalam pelaksanaannya, implementasi PP Nomor 8 Tahun 2025 mengenai DHE SDA ini nanti perbankan yang akan menjadi ujung tombak paling depan, menjadi frontline yang akan melayani para eksportir kita,” ujar Susiwijono.

Disebutkan, pemerintah memperbarui aturan terkait DHE SDA yang diatur dalam PP Nomor 36 Tahun 2023 dan diperbarui dalam PP Nomor 8 Tahun 2025 untuk mengoptimalkan pemanfaatan SDA demi kesejahteraan masyarakat. Kebijakan DHE sendiri sejak awal ditujukan untuk memastikan devisa tetap berada di Indonesia, ditukarkan ke rupiah, dan digunakan di dalam negeri, sehingga tetap optimal memberikan kontribusi bagi perekonomian nasional.

Kemudian dalam kesempatan tersebut Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan dan Pengembangan Usaha Badan Usaha Milik Negara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Ferry Irawan menjelaskan secara detail isi dari PP Nomor 8 Tahun 2025. Deputi Ferry menyampaikan bahwa upaya Pemerintah mengoptimalkan kebijakan dalam PP Nomor 36 Tahun 2023 menjadi PP Nomor 8 tahun 2025 pada akhirnya juga diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap stabilitas nilai tukar.

“Pelaksanaan pengawasan DHE SDA ini dilakukan bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan, Bank Indonesia (BI), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menggunakan sistem informasi yang terintegrasi. Sanksinya juga masih sama yakni penangguhan pelayanan ekspor, kemudian juga ada kebijakan bagi eksportir yang sedang dalam proses pengawasan BI dan/atau OJK. Ini kita harapkan berlaku di 1 Maret 2025,” jelas Ferry.

Perubahan PP DHE SDA utamanya pada kewajiban penempatan khususnya DHE SDA nonmigas yakni persentase penempatan DHE diperbesar dan jangka waktu penempatan diperpanjang, serta perluasan penggunaan DHE SDA selama masa retensi dalam pada rekening khusus (reksus) valas. Untuk komoditas nonmigas wajib retensi 100% selama 12 bulan, sementara untuk migas tetap merujuk pada PP Nomor 36 Tahun 2023 yakni 30% dalam 30 bulan retensinya.

Advertisement

Baca Juga : Menhan Sjafrie: Kekuatan Global Perlu Hormati NKRI, Bentuk 100 Batalyon Teritorial Implementasi Perisai Trisula Nusantara

Khusus nonmigas, penggunaan DHE SDA dapat dilakukan selama masa retensi sepanjang masih ditempatkan di reksus valas yaitu untuk tujuan penukaran ke rupiah di bank yang sama dengan mengacu pada ketentuan BI, termasuk mekanisme penukaran untuk nasabah Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) akan diatur oleh BI, pembayaran dalam valas atas kewajiban kepada Pemerintah, pembayaran dividen dalam valas, pembayaran impor barang dan jasa berupa bahan baku, dan pembayaran atas pinjaman untuk pengadaan barang modal dalam valas. Eksportir harus menyerahkan ke Bank atau LPEI berupa bukti penggunaan DHE SDA untuk pembayaran valas dan surat pernyataan penggunaan DHE SDA untuk pembayaran pengadaan barang dan jasa serta pinjaman.

Kemudian, perubahan kewajiban penempatan dan perluasan penggunaan DHE SDA nonmigas berimplikasi pada mekanisme pengawasan. Pengawasan kewajiban penempatan nonmigas dapat dilakukan sewaktu-waktu melalui pemeriksaan kepada Bank dan LPEI (post audit) sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Saat PP mulai berlaku, eksportir yang sedang dalam proses pengawasan atas pemenuhan kewajibannya berdasarkan PP 36 Tahun 2023 dinyatakan telah memenuhi seluruh kewajibannya.

Turut hadir dalam kesempatan tersebut antara lain yakni Kepala Departemen Statistik Bank Indonesia Riza Tyas Utami, Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal Noor Faisal Achmad, Deputi Komisioner Pengawas Bank Pemerintah dan Syariah OJK Defri Andri. ***

Advertisement
Lanjutkan Membaca